PENGGUNAAN
NOMOR MATA TUNAS DAN JENIS HERBISIDA
PADA
PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN TEBU
(Saccarum officinarum L.)
DISUSUN OLEH :
MUCHAMMAD KIROM 11382100978
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UIN SULTAN
SYARIF KASIM RIAU
TAHUN AKADEMIK
2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah
kelompok Teknik Manajemen Perkebunan ini dengan judul “Penggunaan Nomor Mata
Tunas dan Jenis Herbisida pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccarum officinarum)” dengan
sebaik-baiknya.
Tidak lupa penulis juga berterima kasih kepada Muhammad Hamzah S.P., M.Si
selaku dosen pembimbing Teknik Manajemen Perkebunan yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis dalam melancarkan penyusunan sampai penulisan makalah
ini dengan sebaik mungkin.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Teknik Manajemen Perkebunan dan
diharapkan mampu membantu penulis dan pembaca dalam menambah wawasan ilmu dan
mengetahui materi Teknik Manajemen Perkebunan dalam hal penggunaan
nomor mata tunas dan jenis herbisida pada pertumbuhan awal tanaman tebu tersebut. Makalah ini diharapkan menjadi bacaan
yang bermanfaat bagi para pembaca agar mempunyai ilmu yang tinggi dan menambah luas wawasan pengetahuan.
Penulis
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan
dari pembaca, guna untuk memperbaiki dan meningkatkan pembuatan makalah atau
tugas yang lainnya pada waktu mendatang.
Pekanbaru,
23 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Klasifikasi........................................................................................................ 3
2.2 Morfologi......................................................................................................... 3
2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Tebu........................................................................ 4
BAB III METODOLOGI..................................................................................... 7
3.1 Waktu dan Tempat.......................................................................................... 7
3.2 Alat dan Bahan................................................................................................ 7
3.3 Cara Kerja........................................................................................................ 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 9
4.1 Hasil................................................................................................................. 9
4.2 Pembahasan.................................................................................................... 10
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 13
5.1 Kesimpulan..................................................................................................... 13
5.2 Saran............................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gula
merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting. Gula termauk sembilan
bahan pokok yang pengadaan dan pengaturan harganya langsung ditangani
pemerintah. Oleh karena produksi dalam negeri masih belum cukup, maka sejak
pertengahan tahun enam puluhan Inonesia mengimpor hampir sepertiga kebutuhan
gula dari luar negeri, walaupun sebelum kemerdekaan Indonesia pernah menjadi
exportir nomor dua di dunia.
Tanaman
tebu merupakan komoditas yang sangat penting sebagai upaya menyeimbangkan
kenaikan konsumsi dan ketersediaan gula nasional, sehingga diperlukan
peningkatan produktivitas. Salah satu penyebab penurunan produktivitas tebu
adalah permasalahan pada penggunaan bibit, seperti bibit tebu yang digunakan
petani kurang bermutu (Iskandar, 2005)
Peningkatan
produksi tebu merupakan bahan baku gula sangat mutlak diperlukan. Bibit tebu
berasal dari 2 sumber, yaitu: konvensional dan kultur jaringan. Keberhasilan
budidaya tanaman tebu banyak ditentukan oleh faktor kualitas bibit tebu. Bibit
tebu yang baik adalah murni, bebas dari hama dan penyakit serta gulma, sehingga
mempunyai daya kecambah dan kecepatan tumbuh yang baik. PesaTnya perkembangan
gulma di areal perkebunan didukung oleh iklim basah sepanjang tahun dan tanah
yang relatif subur untuk pertumbuhannnya. Selain itu perubahan lingkungan
tumbuh dan teknik budidaya tebu di lahan kering tersebut sangat mempengaruhi
kerapatan pertumbuhan gulma (Winarsih dan Sugiyarta, 2008).
Kondisi
pertumbuhan tanaman tebu sangat diperlukan mata tunas yang pertumbuhannya
seragam. Mata tunas yang terletak pada ruas yang masih muda dan belum berwarna
akan berkecambah lebih cepat daripada yang lebih tua. Makin ke ata atau makin
ke bawah akan makin lama perkecambahannya, karena makin ke atas terlalu muda
dan lembek, sedangkan makin ke bawah makin tua, kemungkinannya sudah rusak.
Pemakaian nomor mata tunas yang tepat diharapkan dapat diperoleh tanaman dengan
pertumbuhan dan produksi yang baik (Pujiarso, 2003).
Penggunaan
herbisida di kebun tebu berbeda-beda, hal ini tergantung dari keadaan di
lapangan. Beberapa diantaranya tergantung dari masa tanam tebu, jenis gulma
dominan, jenis tebu yang dibudidayakan dan penutupan gulma. Pengendalian gulma
secara kimia pada kebun tebu terdiri dari dua jenis, yaitu pengendalian sebelum
gulma tumbuh (pre-emergence) dan pengendalian setelah gulma tumbuh (post-emergence)
(Shurt et al., 1987; Puspitasari et al., 2013).
Pemakaian nomor mata tunas yang tepat
diharapkan tanaman tebu pertumbuannya lebih baik. Faktor lain yang menunjang
keberhasilan menanam tebu adalah pola bercocok tanam yang baik dan pengendalian
gulma yang tepat. Pesat nya perkembangan gulma diareal perkebunan didukung oleh
iklim basah sepanjang tahun dan tanah yang aktif subur untuk pertumbuhannya.
Tujuan penelitian adalah mengetahui pemakaian herbisida dengan nomor mata tunas
tebu terhadap petumbuhan awal tanaman tebu (Sacharum officinarum L.).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka rumusan masalah yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah:
ü
Penggunaan nomor mata tunas
ü
Jenis herbisida
ü
Pengaruh pada pertumbuhan awal tebu
1.3 Tujuan
Berdasarakan rumusan masalah
diatas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai setelah membaca makalah ini
yaitu:
ü
Mengetahui penggunaan nomor mata tunas yang baik sebagai bibit
ü
Mengetahui jenis herbisida yang tepat untuk
digunakan
ü
Mengetahui pengaruh-pengaruh pada pertumbuhan
awal tebu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Tanaman tebu tergolong tanaman perdu dengan
nama latin Saccharum officinarum. Di daerah Jawa Barat disebut Tiwu, di
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut Tebu atau Rosan. Klasifikasi tanaman
tebu adalah:
Divisi : Spermatophyta
|
Gambar 2.1 Tanaman tebu
|
Subdivisi : Angiospermae
|
|
Kelas :
Monocotyledone
|
|
Ordo
: Graminales
|
|
Famili
: Graminae
|
|
Genus
: Sacharum
|
|
Species : Saccharum
officinarum L.
|
2.2 Morfologi
A. Batang
Batang tanaman tebu berdiri lurus
dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata
tunas. Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang berada dibawah tanah
yang tumbuh keluar dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5
cm dengan tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang.
B. Akar
Akar tanaman tebu termasuk akar
serabut tidak panjang yang tumbuh dari cincin tunas anakan. Pada fase
pertumbuhan batang, terbentuk pula akar dibagian yang lebih atas akibat
pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.
C. Daun
Daun tebu berbentuk busur panah
seperti pita, berseling kanan dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak
bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang
bergelombang serta berbulu keras.
D. Bunga
Bunga tebu berupa malai dengan
panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga
dan pada tahap selanjutnya berupa tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm.
Terdapat pula benangsari, putik dengan dua kepala putik dan bakal biji.
E. Buah
Buah tebu seperti padi, memiliki
satu biji dengan besar lembaga 1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di
kebun percobaan untuk mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih
unggul.
2.3 Syarat
Tumbuh
Tanaman
tebu tumbuh didaerah tropika dan subtropika sampai batas garis isoterm 20oC
yaitu antara 190o LU–350o LS. Kondisi tanah yang baik
bagi tanaman tebu adalah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah,
selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara dalam
tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang
baik dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap
air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman
pada musim kemarau tidak terganggu. Drainase yang baik dan dalam juga dapat
manyalurkan kelebihan air dimusim
penghujan sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan
tanaman karena berkurangnya oksigen dalam tanah.
Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat
tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol
dan regusol dengan ketinggian antara 0–1400 m dpl. Akan tetapi lahan yang
paling sesuai adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada
ketinggian ≥1200 m diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat.
Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10%
dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik untuk
tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila tanahnya
ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat.
A. Tanah
ü Sifat
fisik tanah
Struktur tanah yang baik untuk
pertanaman tebu adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan perakaran
berkembang sempurna, oleh karena itu upaya pemecahan bongkahan tanah atau
agregat tanah menjadi partikel-partikel kecil akan memudahkan akar menerobos. Sedangkan
tekstur tanah, yaitu perbandingan partikelpartikel tanah berupa lempung, debu
dan liat, yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah tekstur tanah ringan
sampai agak berat dengan kemampuan menahan air cukup dan porositas 30 %.
ü Sifat
kimia tanah
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan
baik pada tanah yang memiliki pH 6‐7,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak
lebih tinggi dari 8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi
ketersediaan unsur hara menjadi terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan
keracunan Fe dan Al pada tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian
kapur (CaCo3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi. Bahan racun utama lainnya
dalam tanah adalah klor (Cl), kadar Cl dalam tanah sekitar 0,06 – 0,1 % telah
bersifat racun bagi akar tanaman. Pada tanah ditepi pantai karena rembesan air
laut, kadar Cl nya cukup tinggi sehingga bersifat racun.
B. Iklim
Pengaruh iklim terhadap
pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman
tebu membutuhkan banyak air, sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan
keadaan kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan
akan terus terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga
rendemen menjadi rendah.
ü Curah
hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan
baik didaerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000–1.300 mm per tahun
dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal
untuk pertanaman tebu adalah: pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah
hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya
selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4–5 bulan dengan curah hujan
kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode kering. Periode ini merupakan
periode pertumbuhan generative dan pemasakan tebu.
ü Suhu
Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan
pembentukan sukrosa pada tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu
berkisar antara 24oC-34oC dengan perbedaan suhu antara
siang dan malam tidak lebih dari 10oC. Pembentukan sukrosa terjadi
pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30oC.
Sukrosa yang terbentuk akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai dari ruas
paling bawah pada malam hari. Proses penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan
optimal pada suhu 15oC.
ü Sinar
Matahari
Tanaman tebu membutuhkan
penyinaran 12-14 jam setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara
optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi penyinaran matahari secara
penuh.
ü Angin
Kecepatan angin sangat berperan
dalam mengatur keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk yang
mempengaruhi proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam
disiang hari berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin dengan
kecepatan melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman tebu bahkan
tanaman tebu dapat patah dan roboh.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu
dan Tempat
Percobaan dilaksanakan pada tahun 2013 di
lahan percobaan PG Rejo Agung Baru, Madiun. Ketinggian tempat 65 m dpl, pH
5,5−6,5. Jenis tanah gromosol, keadaan topografi datar beriklim tropis dengan
suhu rata-rata berkisar 28o-30oC.
3.2
Alat dan bahan
A. Alat
ü Traktor
ü Pisau
ü
Sprayer
B. Bahan
ü Mata tunas yang terdiri atas 3
level: M1 ( mata tunas omor 4 yang mewakil mata tunas pucuk atau ujung); M2
(mata tunas nomor 8 yang mewakili mata tunas tengah); M3 ( Mata tunas 12 yang
mewakili mata tunas pangkal.
ü Glyfosat 41%
ü
Air
ü
Pupuk ZA 15 g/tanaman
ü
Pupuk TSP 4,5 g/tanaman
ü
Pupuk KCL 4,5g/tanaman
3.3 Cara Kerja
Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri atas dua
faktor perlakuan yaitu jenis herbisida dan nomor mata tunas, masing-masing
diulang tiga kali. Faktor pertama adalah jenis herbisida yang terdiri atas dua
level yaitu (tanpa herbisida dan herbisida yang mengandung bahan kimia Glyfosat
41%. Faktor kedua adalah nomor mata tunas yang terdiri atas 3 level: M1 ( mata
tunas omor 4 yang mewakil mata tunas pucuk atau ujung); M2 (mata tunas nomor 8
yang mewakili mata tunas tengah); M3 ( Mata tunas 12 yang mewakili mata tunas
pangkal.
Pelaksanaan
penelitian terdiri atas: persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemupukan,
penyemprotan herbisida, perlindungan tanaman. Persiapan lahan adalah
menggemburkan tanah dan meratakan tanah dengan menggunaka traktor, setelah
tanah gembur dan rata kemudian dibentuk juring-juring yang membujur ke arah
timur dan barat. Selanjutnya dibuat petakan untuk setiap perlakuan dengan
diberi pemisah untuk tiap petak perlakuan 2 meter, lebar 3 leng dan ukuran got
antar pemisah perlakuan 0,5 meter. Tanah disemprot dengan herbisida yang
mengandung bahan aktif Glyfosat 41% sesuai perlakuan. Satu minggu setelah
penyemprotan tanah diolah dan dibentuk juring-juring, dan dibuat pemisah
membujur atau melintang.
Bibit
tanaman tebu dipotong dengan menggunakan pisau pemotong ssuai dengan perlakuan.
Bibit diambil 1 mata tunas setiap stek, kemudian media tanam diairi scukupnya.
Penanaman dilakukan secara mendatar dengan bagian mata di atas serta ketebalan
setebal bibit.
Pengairan
dissuaikan kondisi lahan, bila sering turun hujan maka tidak diadakan pengairan
tetapi dibat saluran drainase dan bila tidak ada hujan dilakukan pengairan dua
hari sekali. Pupuk yang digunakan untuk setiap tanaman adalah pupuk ZA 15 g,
TSP 4,5 g, KCL 4,5 g. Pemupukan pertama dilakukan satu mingu setelah tanam
engan dosis pupuk ZA 8,5 g, KCL 2,25 g dan TSP 4,5 g sebagai pupuk dasar,
sedangkan pemupukan kedua dilakukan satu bulan setelah pemupukan pertama dengan
dosis pupuk ZA 6,5 g, KCL 2,25 g pertanaman. Pemupukan dilakukan pada pagi
hari.
Penyemprotan
herbisida dilakukan setelah tanah diolah dan dibiarkan satu minggu, maka gulma
akan tumbuh, disaat seperti itu dilakukan penyemprotan herbisida dengan
konsentrasi 4 ml herbisida pertangki air atau 45 ml/15 l. Herbisida
disemprotkan pada waktu siang hari karena stomata tumbuhan gulma membuka,
sehingga aplikasi herbisida akan cepat bereaksi. Cara penyemprotan disesuaikan
denga arah angin dan apabila cuaca berawan penyemprotan tidak dilakukan. Cuaca
berawan akan menyebabkan reaksi herbisida berjalan lambat. Penyemprotan koreksi
dlakukan, jika beberapa hari dari penyemprotan pertama gulma masih tetap
tumbuh. Cara aplikasi dan konsentrasi sama seperti penyemprotan awal.
Pengamatan
non-distruktif terdiri atas jumlah anakan dan tinggi tanaman. Pengamatan
distruktif terdiri atas berat basah dan berat kering tanaman, berat basah dan
kering akar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1 Rata-rata jumlah anakan
umur 14, 28, 42 dan 56 hari
Perlakuan
|
Umur (Hari)
|
|||
14
|
28
|
42
|
56
|
|
M1 (Nomor mata 4)
|
4,78
|
8,89
|
9,56a
|
12,11
|
M2 (Nomor mata 8)
|
5,56
|
9,11
|
13,78
|
14,11
|
M3 (Nomor mata 12)
|
4,89
|
8,11
|
11,44
|
13,44
|
BNT
|
Tn
|
Tn
|
2,76
|
Tn
|
H0 (Tanpa Herbisida)
|
3,56a
|
7,89a
|
9,67a
|
9,89a
|
H1(Herbisida)
|
6,22b
|
8,56a
|
11,44a
|
11,67a
|
BNT (5%)
|
1,29
|
1,39
|
2,76
|
4,37
|
Keteranganan: Angka yang
didampingi huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Tn : tidak nyata pada analisis ragam.
Tabel 4.2 Rata-rata tinggi tanaman
tebu (cm) umur 14, 28, 42 dan 56 hari
Perlakuan
|
Umur (Hari)
|
|||
14
|
28
|
42
|
56
|
|
M1 (Nomor mata 4)
|
81,50 a
|
176,83 a
|
304,63 a
|
364,69 a
|
M2 (Nomor mata 8)
|
101,28 b
|
207,74 b
|
416,19 b
|
489,11 b
|
M3 (Nomor mata 12)
|
81,91 b
|
188,37 b
|
346,61 a
|
444,52 a
|
BNT
|
27,38
|
25,01
|
70,38
|
81,92
|
H0 (Tanpa Herbisida)
|
103,28 b
|
188,62 a
|
320,17 a
|
417,36
|
H1(Herbisida)
|
106,94 b
|
228,79 b
|
366,37 a
|
434,41
|
BNT (5%)
|
27,38
|
25,01
|
70,38
|
Tn
|
Keteranganan: Angka yang
didampingi huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Tn : tidak nyata pada analisis ragam.
Tabel 4.3 Rata-rata bobot basah tanaman
akibat perlakuan nomor mata tunas dan penggunaan herbisida
Perlakuan
|
gram/rumpun
|
M1H0
|
15,5 a
|
M2H0
|
16,3 b
|
M3H0
|
13,9 c
|
M1H1
|
17,7 b
|
M2H1
|
22,8 c
|
M3H1
|
16,7 b
|
M1H0
|
15,5 a
|
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama
pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Tabel 4.4 Rata-rata bobot kering
tanaman per rumpun
Perlakuan
|
gram/rumpun
|
M1 (Nomor mata 4)
|
3,84 a
|
M2 (Nomor mata 8)
|
4,96 b
|
M3 (Nomor mata 12)
|
4,24 b
|
BNT
|
0,69
|
H0 (Tanpa Herbisida)
|
3,26 a
|
H1(Herbisida)
|
4,19 b
|
BNT (5%)
|
0,69
|
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama
pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Tn : tidak nyata pada
analisis ragam.
4.2 Pembahasan
Hasil
analisis ragam jumlah anakan tidak menunjukkan interaksi nyata antara perakuan
nomor mata tunas dan pemakaian herbisida. Perlakuan nomor mata tunas 8 (M2)
menunjukkan rata-rata jumlah anakan yang tertinggi (14,11) pada umur 56 hari.
Jumlah anakan yang terendah dicapai pada perlakuan nomor mata tunas 4 (4,78)
pada umur 14 hari. Penggunaan herbisida menunjukan jumlah rata-rata jumlah
anakan lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan herbisida (Tabel 4.1).
Perlakuan
mata tunas 8 (M2) diduga mempunyai kandungan glukose yang lebih banyak,
sehingga mempengaruhi perkecambahan dan pembentukan daun lebih banyak.
Banyaknya jumlah daun akan mempengaruhi proses fotosintesis, semakin lancar
proses fotosintesis maka jumlah karbohidrat dan jumlah anakan yang dihasilkan
lebih banyak.
Kecepatan
berkecambah tergantung pula pada jumlah kadar air yang terdapat di dalam mata
tunas. Oleh karena itu dianjurkan agar jangan mengelupas tanaman bibit yang
merupakan pelindung untuk mencegah penguapan atau pengeringan. Bahkan dianjurkan
memberi air dan tambah pupuk beberapa minggu sebelum tanaman bibit ditebang.
Jumlah anakan tebu dipengaruhi oleh faktor
internal (kadar air di pelepah daun) dan secara langsung tidak dipengaruhi oleh
pemakaian herbisida. Kadar air yang tinggi sangat mempengaruhi perkembangan
anakan dan jarak tanam antar bibit di dalan juringan dan jarak antar juringan
(Puspitasari et al.,2013) .
Hasil
analisis ragam tinggi tanaman tidak menunjukkan interaksi yang nyata antara
perlakuan nomor mata tunas dan penggunaan herbisida glyfosat. Interaksi dari
perlakuan muncul pada umur 42 dan 56 hari setelah tanam. Perlakuan nomor mata
tunas menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada umur 42 hari dan tidak
berbeda nyata pada umur 28 dan 56 hari. Awal pertumbuhan tebu tidak terpengaruh
dari adanya perlakuan aplikasi herbisida. Rata-rata tinggi tanaman disajikan
pada Tabel 4.2.
Mata
tunas yang terletak pada ruas yang masih muda dan belum berwarna akan
berkecambah lebih cepat daripada yang lebih tua, akan tetapi perkecambahan stek
tebu yang tercepat adalah mata tunas yang terletak pada ruas nomor tiga dari
atas atau bagian tengah. Makin ke atas atau makin ke bawah makin lama
perkecambahannya , karena makin ke atas terlalu muda dan lunak, sedangkan makin
ke bawah makin tua dan kemungkinannya sudah rusak. Aplikasi herbisida glyfosat
pratumbuh tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tunas tebu. Kerapatan
dari pertumbuhan gulma dipengaruhi oleh kemampuan penekanan herbisida pra
tumbuh di petak perlakuan (Srivastava, 2003). Hasil analisis ragam menunjukan
perlakuan antara nomor mata tunas (M) dan penggunaan herbisida (H) terdapat
interaksi yang sangat nyata terhadap bobot basah tanaman per rumpun.
Rata-rata
bobot basah tanaman tertinggi dicapai pada perlakuan nomor mata tunas 8 dan
penggunaan herbisida glyfosat. Rata-rata bobot basah tanaman terendah diperoleh
pada perlakuan nomor mata tunas 12 tanpa menggunakan herbisida glyfosat.
Hasil
analisis ragam bobot kering tanaman tidak menunjukkan interaksi yang nyata
antara perlakuan nomor mata tunas dan penggunaan herbisida glyfosat. Perlakuan
nomor mata tunas menunjukkan perbedaan nyata dan perlakuan penggunaan herbisida
glyfosat sangat nyata. Rata-rata bobot kering tanaman per rumpun disajikan pada
Tabel 4.4.
Rata-rata
bobot kering tanaman tertinggi dicapai pada nomor mata tunas 8 ( 4,98 g/rumpun)
dan terendah pada nomor mata tunas 4 (3,34 g/rumpun) serta penggunaan herbisida
glyfosat lebih tinggi dibandingkan tanpa herbisida glyfosat. Penggunaan
herbisida glyfosat memberikan hasil tertinggi pada pembentukan biomassa
tanaman.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil
penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
ü Perlakuan nomor mata tunas dan
pemakaian herbisida glyfosat mempunyai interaksi sangat nyata pada bobot basah
tanaman.
ü Penggunaan nomor mata tunas
berpengaruh terhadap pertumbuhan awal tanaman tebu yang dinyatakan pada jumlah
anakan, tinggi tanaman, bobot basah dan kering tanaman.
ü Aplikasi herbisida glyfosat pratumbuh
tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tunas tebu.
5.2 Saran
Saran yang dapat diambil dari
hasil pembahasan adalah :
ü
Bibit yang digunakan nomor mata tunas 8 (M2) pada
tanaman tebu karena menunjukkan rata-rata jumlah anakan yang tertinggi.
ü
Penggunaan herbisida jenis sistemik Glyfosat memacu pertumbuhan anakan
lebih tinggi.
ü
Kecepatan berkecambah tergantung pula pada
jumlah kadar air yang terdapat di dalam mata tunas.
ü
Jangan mengelupas tanaman bibit yang
merupakan pelindung untuk mencegah penguapan atau pengeringan. Bahkan
dianjurkan memberi air dan tambah pupuk beberapa minggu sebelum tanaman bibit
ditebang.
ü
Gunakan herbisida glyfosat untuk memberikan
hasil tertinggi pada pembentukan biomassa tanaman.
DAFTAR PUSTAKA.
Andayanie, Wuye Ria. 2013. Penggunaan Nomor Mata Tunas
dan Jenis Herbisida pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Sacharum officinarum
L.). Jurnal Agri-Tek Volume 14 Nomor 2 September 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap bertanya ataupun berkomentar dengan bahasa yang sopan. Saran dan kritik yang membangun kami terima.