Sabtu, 25 Juli 2015

Budidaya Tebu

PENGGUNAAN NOMOR MATA TUNAS DAN JENIS HERBISIDA
PADA PERTUMBUHAN AWAL TANAMAN TEBU
(Saccarum officinarum L.)
DISUSUN OLEH :
  MUCHAMMAD KIROM                             11382100978
    
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TAHUN AKADEMIK 2014-2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah kelompok Teknik Manajemen Perkebunan ini dengan judul “Penggunaan Nomor Mata Tunas dan Jenis Herbisida pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Saccarum officinarum)” dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa penulis juga berterima kasih kepada Muhammad Hamzah S.P., M.Si selaku dosen pembimbing Teknik Manajemen Perkebunan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam melancarkan penyusunan sampai penulisan makalah ini dengan sebaik mungkin.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknik Manajemen Perkebunan  dan diharapkan mampu membantu penulis dan pembaca dalam menambah wawasan ilmu dan mengetahui materi Teknik Manajemen Perkebunan dalam hal penggunaan nomor mata tunas dan jenis herbisida pada pertumbuhan awal tanaman tebu tersebut. Makalah ini diharapkan menjadi bacaan yang bermanfaat bagi para pembaca agar mempunyai ilmu yang tinggi dan menambah  luas wawasan pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun  perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari pembaca, guna untuk memperbaiki dan meningkatkan pembuatan makalah atau tugas yang lainnya pada waktu mendatang.

                                                                   Pekanbaru, 23 April 2015

                                                                                    Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2  Rumusan Masalah............................................................................................ 2
1.3  Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1  Klasifikasi........................................................................................................ 3
2.2  Morfologi......................................................................................................... 3
2.3  Syarat Tumbuh Tanaman Tebu........................................................................ 4
BAB III METODOLOGI..................................................................................... 7
3.1  Waktu dan Tempat.......................................................................................... 7
3.2  Alat dan Bahan................................................................................................ 7
3.3  Cara Kerja........................................................................................................ 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 9
4.1  Hasil................................................................................................................. 9
4.2  Pembahasan.................................................................................................... 10
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 13
5.1  Kesimpulan..................................................................................................... 13
5.2  Saran............................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Gula merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting. Gula termauk sembilan bahan pokok yang pengadaan dan pengaturan harganya langsung ditangani pemerintah. Oleh karena produksi dalam negeri masih belum cukup, maka sejak pertengahan tahun enam puluhan Inonesia mengimpor hampir sepertiga kebutuhan gula dari luar negeri, walaupun sebelum kemerdekaan Indonesia pernah menjadi exportir nomor dua di dunia.
Tanaman tebu merupakan komoditas yang sangat penting sebagai upaya menyeimbangkan kenaikan konsumsi dan ketersediaan gula nasional, sehingga diperlukan peningkatan produktivitas. Salah satu penyebab penurunan produktivitas tebu adalah permasalahan pada penggunaan bibit, seperti bibit tebu yang digunakan petani kurang bermutu (Iskandar, 2005)
Peningkatan produksi tebu merupakan bahan baku gula sangat mutlak diperlukan. Bibit tebu berasal dari 2 sumber, yaitu: konvensional dan kultur jaringan. Keberhasilan budidaya tanaman tebu banyak ditentukan oleh faktor kualitas bibit tebu. Bibit tebu yang baik adalah murni, bebas dari hama dan penyakit serta gulma, sehingga mempunyai daya kecambah dan kecepatan tumbuh yang baik. PesaTnya perkembangan gulma di areal perkebunan didukung oleh iklim basah sepanjang tahun dan tanah yang relatif subur untuk pertumbuhannnya. Selain itu perubahan lingkungan tumbuh dan teknik budidaya tebu di lahan kering tersebut sangat mempengaruhi kerapatan pertumbuhan gulma (Winarsih dan Sugiyarta, 2008).
Kondisi pertumbuhan tanaman tebu sangat diperlukan mata tunas yang pertumbuhannya seragam. Mata tunas yang terletak pada ruas yang masih muda dan belum berwarna akan berkecambah lebih cepat daripada yang lebih tua. Makin ke ata atau makin ke bawah akan makin lama perkecambahannya, karena makin ke atas terlalu muda dan lembek, sedangkan makin ke bawah makin tua, kemungkinannya sudah rusak. Pemakaian nomor mata tunas yang tepat diharapkan dapat diperoleh tanaman dengan pertumbuhan dan produksi yang baik (Pujiarso, 2003).
Penggunaan herbisida di kebun tebu berbeda-beda, hal ini tergantung dari keadaan di lapangan. Beberapa diantaranya tergantung dari masa tanam tebu, jenis gulma dominan, jenis tebu yang dibudidayakan dan penutupan gulma. Pengendalian gulma secara kimia pada kebun tebu terdiri dari dua jenis, yaitu pengendalian sebelum gulma tumbuh (pre-emergence) dan pengendalian setelah gulma tumbuh (post-emergence) (Shurt et al., 1987; Puspitasari et al., 2013).
Pemakaian nomor mata tunas yang tepat diharapkan tanaman tebu pertumbuannya lebih baik. Faktor lain yang menunjang keberhasilan menanam tebu adalah pola bercocok tanam yang baik dan pengendalian gulma yang tepat. Pesat nya perkembangan gulma diareal perkebunan didukung oleh iklim basah sepanjang tahun dan tanah yang aktif subur untuk pertumbuhannya. Tujuan penelitian adalah mengetahui pemakaian herbisida dengan nomor mata tunas tebu terhadap petumbuhan awal tanaman tebu (Sacharum officinarum L.).
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah:
ü  Penggunaan nomor mata tunas
ü  Jenis herbisida
ü  Pengaruh pada pertumbuhan awal tebu

1.3  Tujuan
Berdasarakan rumusan masalah diatas, ada beberapa tujuan yang ingin dicapai setelah membaca makalah ini yaitu:
ü  Mengetahui penggunaan nomor mata tunas yang baik sebagai bibit
ü  Mengetahui jenis herbisida yang tepat untuk digunakan
ü  Mengetahui pengaruh-pengaruh pada pertumbuhan awal tebu






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Klasifikasi
Tanaman tebu tergolong tanaman perdu dengan nama latin Saccharum officinarum. Di daerah Jawa Barat disebut Tiwu, di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut Tebu atau Rosan. Klasifikasi tanaman tebu adalah:
Divisi      : Spermatophyta
Gambar 2.1 Tanaman tebu
Subdivisi : Angiospermae
Kelas       : Monocotyledone
Ordo        : Graminales
Famili      : Graminae
Genus      : Sacharum
Species   : Saccharum officinarum L.

2.2  Morfologi
A.    Batang
Batang tanaman tebu berdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku. Pada setiap buku terdapat mata tunas. Batang tanaman tebu berasal dari mata tunas yang berada dibawah tanah yang tumbuh keluar dan berkembang membentuk rumpun. Diameter batang antara 3-5 cm dengan tinggi batang antara 2-5 meter dan tidak bercabang.
B.     Akar
Akar tanaman tebu termasuk akar serabut tidak panjang yang tumbuh dari cincin tunas anakan. Pada fase pertumbuhan batang, terbentuk pula akar dibagian yang lebih atas akibat pemberian tanah sebagai tempat tumbuh.
C.    Daun
Daun tebu berbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri, berpelepah seperti daun jagung dan tak bertangkai. Tulang daun sejajar, ditengah berlekuk. Tepi daun kadang-kadang bergelombang serta berbulu keras.
D.    Bunga
Bunga tebu berupa malai dengan panjang antara 50-80 cm. Cabang bunga pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa tandan dengan dua bulir panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari, putik dengan dua kepala putik dan bakal biji.
E.     Buah
Buah tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga 1/3 panjang biji. Biji tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul.
2.3  Syarat Tumbuh
Tanaman tebu tumbuh didaerah tropika dan subtropika sampai batas garis isoterm 20oC yaitu antara 190o LU–350o LS. Kondisi tanah yang baik bagi tanaman tebu adalah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah, selain itu akar tanaman tebu sangat sensitif terhadap kekurangan udara dalam tanah sehingga pengairan dan drainase harus sangat diperhatikan. Drainase yang baik dengan kedalaman sekitar 1 meter memberikan peluang akar tanaman menyerap air dan unsur hara pada lapisan yang lebih dalam sehingga pertumbuhan tanaman pada musim kemarau tidak terganggu. Drainase yang baik dan dalam juga dapat
manyalurkan kelebihan air dimusim penghujan sehingga tidak terjadi genangan air yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena berkurangnya oksigen dalam tanah.
Dilihat dari jenis tanah, tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah alluvial, grumosol, latosol dan regusol dengan ketinggian antara 0–1400 m dpl. Akan tetapi lahan yang paling sesuai adalah kurang dari 500 m diatas permukaan laut. Sedangkan pada ketinggian ≥1200 m diatas permukaan laut pertumbuhan tanaman relative lambat. Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8%, meskipun pada kemiringan sampai 10% dapat juga digunakan untuk areal yang dilokalisir. Kondisi lahan terbaik untuk tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai sampai 2% apabila tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih berat.

A.    Tanah
ü  Sifat fisik tanah
Struktur tanah yang baik untuk pertanaman tebu adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan perakaran berkembang sempurna, oleh karena itu upaya pemecahan bongkahan tanah atau agregat tanah menjadi partikel-partikel kecil akan memudahkan akar menerobos. Sedangkan tekstur tanah, yaitu perbandingan partikelpartikel tanah berupa lempung, debu dan liat, yang ideal bagi pertumbuhan tanaman tebu adalah tekstur tanah ringan sampai agak berat dengan kemampuan menahan air cukup dan porositas 30 %.
ü  Sifat kimia tanah
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki pH 67,5, akan tetapi masih toleran pada pH tidak lebih tinggi dari 8,5 atau tidak lebih rendah dari 4,5. Pada pH yang tinggi ketersediaan unsur hara menjadi terbatas. Sedangkan pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan keracunan Fe dan Al pada tanaman, oleh karena itu perlu dilakukan pemberian kapur (CaCo3) agar unsur Fe dan Al dapat dikurangi. Bahan racun utama lainnya dalam tanah adalah klor (Cl), kadar Cl dalam tanah sekitar 0,06 – 0,1 % telah bersifat racun bagi akar tanaman. Pada tanah ditepi pantai karena rembesan air laut, kadar Cl nya cukup tinggi sehingga bersifat racun.
B.     Iklim
Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan tebu dan rendemen gula sangat besar. Dalam masa pertumbuhan tanaman tebu membutuhkan banyak air, sedangkan saat masak tanaman tebu membutuhkan keadaan kering agar pertumbuhan terhenti. Apabila hujan tetap tinggi maka pertumbuhan akan terus terjadi dan tidak ada kesempatan untuk menjadi masak sehingga rendemen menjadi rendah.
ü  Curah hujan
Tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik didaerah dengan curah hujan berkisar antara 1.000–1.300 mm per tahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah hujan yang ideal untuk pertanaman tebu adalah: pada periode pertumbuhan vegetatif diperlukan curah hujan yang tinggi (200 mm per bulan) selama 5-6 bulan. Periode selanjutnya selama 2 bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4–5 bulan dengan curah hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode kering. Periode ini merupakan periode pertumbuhan generative dan pemasakan tebu.
ü  Suhu
Pengaruh suhu pada pertumbuhan dan pembentukan sukrosa pada tebu cukup tinggi. Suhu ideal bagi tanaman tebu berkisar antara 24oC-34oC dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 10oC. Pembentukan sukrosa terjadi pada siang hari dan akan berjalan lebih optimal pada suhu 30oC. Sukrosa yang terbentuk akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai dari ruas paling bawah pada malam hari. Proses penyimpanan sukrosa ini paling efektif dan optimal pada suhu 15oC.
ü  Sinar Matahari
Tanaman tebu membutuhkan penyinaran 12-14 jam setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi penyinaran matahari secara penuh.
ü  Angin
Kecepatan angin sangat berperan dalam mengatur keseimbangan kelembaban udara dan kadar CO2 disekitar tajuk yang mempengaruhi proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10 km/jam disiang hari berdampak positif bagi pertumbuhan tebu, sedangkan angin dengan kecepatan melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman tebu bahkan tanaman tebu dapat patah dan roboh.





BAB III
METODOLOGI
3.1  Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan pada tahun 2013 di lahan percobaan PG Rejo Agung Baru, Madiun. Ketinggian tempat 65 m dpl, pH 5,5−6,5. Jenis tanah gromosol, keadaan topografi datar beriklim tropis dengan suhu rata-rata berkisar 28o-30oC.
3.2  Alat dan bahan
A.    Alat

ü  Traktor
ü  Pisau
ü  Sprayer

B.     Bahan

ü  Mata tunas yang terdiri atas 3 level: M1 ( mata tunas omor 4 yang mewakil mata tunas pucuk atau ujung); M2 (mata tunas nomor 8 yang mewakili mata tunas tengah); M3 ( Mata tunas 12 yang mewakili mata tunas pangkal.

ü  Glyfosat 41%
ü  Air
ü  Pupuk ZA 15 g/tanaman
ü  Pupuk TSP 4,5 g/tanaman
ü  Pupuk KCL 4,5g/tanaman

3.3  Cara Kerja
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri atas dua faktor perlakuan yaitu jenis herbisida dan nomor mata tunas, masing-masing diulang tiga kali. Faktor pertama adalah jenis herbisida yang terdiri atas dua level yaitu (tanpa herbisida dan herbisida yang mengandung bahan kimia Glyfosat 41%. Faktor kedua adalah nomor mata tunas yang terdiri atas 3 level: M1 ( mata tunas omor 4 yang mewakil mata tunas pucuk atau ujung); M2 (mata tunas nomor 8 yang mewakili mata tunas tengah); M3 ( Mata tunas 12 yang mewakili mata tunas pangkal.
Pelaksanaan penelitian terdiri atas: persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemupukan, penyemprotan herbisida, perlindungan tanaman. Persiapan lahan adalah menggemburkan tanah dan meratakan tanah dengan menggunaka traktor, setelah tanah gembur dan rata kemudian dibentuk juring-juring yang membujur ke arah timur dan barat. Selanjutnya dibuat petakan untuk setiap perlakuan dengan diberi pemisah untuk tiap petak perlakuan 2 meter, lebar 3 leng dan ukuran got antar pemisah perlakuan 0,5 meter. Tanah disemprot dengan herbisida yang mengandung bahan aktif Glyfosat 41% sesuai perlakuan. Satu minggu setelah penyemprotan tanah diolah dan dibentuk juring-juring, dan dibuat pemisah membujur atau melintang.
Bibit tanaman tebu dipotong dengan menggunakan pisau pemotong ssuai dengan perlakuan. Bibit diambil 1 mata tunas setiap stek, kemudian media tanam diairi scukupnya. Penanaman dilakukan secara mendatar dengan bagian mata di atas serta ketebalan setebal bibit.
Pengairan dissuaikan kondisi lahan, bila sering turun hujan maka tidak diadakan pengairan tetapi dibat saluran drainase dan bila tidak ada hujan dilakukan pengairan dua hari sekali. Pupuk yang digunakan untuk setiap tanaman adalah pupuk ZA 15 g, TSP 4,5 g, KCL 4,5 g. Pemupukan pertama dilakukan satu mingu setelah tanam engan dosis pupuk ZA 8,5 g, KCL 2,25 g dan TSP 4,5 g sebagai pupuk dasar, sedangkan pemupukan kedua dilakukan satu bulan setelah pemupukan pertama dengan dosis pupuk ZA 6,5 g, KCL 2,25 g pertanaman. Pemupukan dilakukan pada pagi hari.
Penyemprotan herbisida dilakukan setelah tanah diolah dan dibiarkan satu minggu, maka gulma akan tumbuh, disaat seperti itu dilakukan penyemprotan herbisida dengan konsentrasi 4 ml herbisida pertangki air atau 45 ml/15 l. Herbisida disemprotkan pada waktu siang hari karena stomata tumbuhan gulma membuka, sehingga aplikasi herbisida akan cepat bereaksi. Cara penyemprotan disesuaikan denga arah angin dan apabila cuaca berawan penyemprotan tidak dilakukan. Cuaca berawan akan menyebabkan reaksi herbisida berjalan lambat. Penyemprotan koreksi dlakukan, jika beberapa hari dari penyemprotan pertama gulma masih tetap tumbuh. Cara aplikasi dan konsentrasi sama seperti penyemprotan awal.
Pengamatan non-distruktif terdiri atas jumlah anakan dan tinggi tanaman. Pengamatan distruktif terdiri atas berat basah dan berat kering tanaman, berat basah dan kering akar.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1  Hasil
Tabel 4.1 Rata-rata jumlah anakan umur 14, 28, 42 dan 56 hari
Perlakuan
Umur (Hari)
14
28
42
56
M1 (Nomor mata 4)
4,78
8,89
9,56a
12,11
M2 (Nomor mata 8)
5,56
9,11
13,78
14,11
M3 (Nomor mata 12)
4,89
8,11
11,44
13,44
BNT
Tn
Tn
2,76
Tn
H0 (Tanpa Herbisida)
3,56a
7,89a
9,67a
9,89a
H1(Herbisida)
6,22b
8,56a
11,44a
11,67a
BNT (5%)
1,29
1,39
2,76
4,37
Keteranganan: Angka yang didampingi huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Tn : tidak nyata pada analisis ragam.
Tabel 4.2 Rata-rata tinggi tanaman tebu (cm) umur 14, 28, 42 dan 56 hari
Perlakuan
Umur (Hari)
14
28
42
56
M1 (Nomor mata 4)
81,50 a
176,83 a
304,63 a
364,69 a
M2 (Nomor mata 8)
101,28 b
207,74 b
416,19 b
489,11 b
M3 (Nomor mata 12)
81,91 b
188,37 b
346,61 a
444,52 a
BNT
27,38
25,01
70,38
81,92
H0 (Tanpa Herbisida)
103,28 b
188,62 a
320,17 a
417,36
H1(Herbisida)
106,94 b
228,79 b
366,37 a
434,41
BNT (5%)
27,38
25,01
70,38
Tn
Keteranganan: Angka yang didampingi huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Tn : tidak nyata pada analisis ragam.


Tabel 4.3 Rata-rata bobot basah tanaman akibat perlakuan nomor mata tunas dan penggunaan herbisida
Perlakuan
gram/rumpun
M1H0
15,5 a
M2H0
16,3 b
M3H0
13,9 c
M1H1
17,7 b
M2H1
22,8 c
M3H1
16,7 b
M1H0
15,5 a
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%
Tabel 4.4 Rata-rata bobot kering tanaman per rumpun
Perlakuan
gram/rumpun
M1 (Nomor mata 4)
3,84 a
M2 (Nomor mata 8)
4,96 b
M3 (Nomor mata 12)
4,24 b
BNT
0,69
H0 (Tanpa Herbisida)
3,26 a
H1(Herbisida)
4,19 b
BNT (5%)
0,69
Keterangan : Angka yang didampingi huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. Tn : tidak nyata pada analisis ragam.
4.2  Pembahasan
Hasil analisis ragam jumlah anakan tidak menunjukkan interaksi nyata antara perakuan nomor mata tunas dan pemakaian herbisida. Perlakuan nomor mata tunas 8 (M2) menunjukkan rata-rata jumlah anakan yang tertinggi (14,11) pada umur 56 hari. Jumlah anakan yang terendah dicapai pada perlakuan nomor mata tunas 4 (4,78) pada umur 14 hari. Penggunaan herbisida menunjukan jumlah rata-rata jumlah anakan lebih tinggi dibandingkan tanpa perlakuan herbisida (Tabel 4.1).
Perlakuan mata tunas 8 (M2) diduga mempunyai kandungan glukose yang lebih banyak, sehingga mempengaruhi perkecambahan dan pembentukan daun lebih banyak. Banyaknya jumlah daun akan mempengaruhi proses fotosintesis, semakin lancar proses fotosintesis maka jumlah karbohidrat dan jumlah anakan yang dihasilkan lebih banyak.
Kecepatan berkecambah tergantung pula pada jumlah kadar air yang terdapat di dalam mata tunas. Oleh karena itu dianjurkan agar jangan mengelupas tanaman bibit yang merupakan pelindung untuk mencegah penguapan atau pengeringan. Bahkan dianjurkan memberi air dan tambah pupuk beberapa minggu sebelum tanaman bibit ditebang.
Jumlah anakan tebu dipengaruhi oleh faktor internal (kadar air di pelepah daun) dan secara langsung tidak dipengaruhi oleh pemakaian herbisida. Kadar air yang tinggi sangat mempengaruhi perkembangan anakan dan jarak tanam antar bibit di dalan juringan dan jarak antar juringan (Puspitasari et al.,2013) .
Hasil analisis ragam tinggi tanaman tidak menunjukkan interaksi yang nyata antara perlakuan nomor mata tunas dan penggunaan herbisida glyfosat. Interaksi dari perlakuan muncul pada umur 42 dan 56 hari setelah tanam. Perlakuan nomor mata tunas menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada umur 42 hari dan tidak berbeda nyata pada umur 28 dan 56 hari. Awal pertumbuhan tebu tidak terpengaruh dari adanya perlakuan aplikasi herbisida. Rata-rata tinggi tanaman disajikan pada Tabel 4.2.
Mata tunas yang terletak pada ruas yang masih muda dan belum berwarna akan berkecambah lebih cepat daripada yang lebih tua, akan tetapi perkecambahan stek tebu yang tercepat adalah mata tunas yang terletak pada ruas nomor tiga dari atas atau bagian tengah. Makin ke atas atau makin ke bawah makin lama perkecambahannya , karena makin ke atas terlalu muda dan lunak, sedangkan makin ke bawah makin tua dan kemungkinannya sudah rusak. Aplikasi herbisida glyfosat pratumbuh tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tunas tebu. Kerapatan dari pertumbuhan gulma dipengaruhi oleh kemampuan penekanan herbisida pra tumbuh di petak perlakuan (Srivastava, 2003). Hasil analisis ragam menunjukan perlakuan antara nomor mata tunas (M) dan penggunaan herbisida (H) terdapat interaksi yang sangat nyata terhadap bobot basah tanaman per rumpun.
Rata-rata bobot basah tanaman tertinggi dicapai pada perlakuan nomor mata tunas 8 dan penggunaan herbisida glyfosat. Rata-rata bobot basah tanaman terendah diperoleh pada perlakuan nomor mata tunas 12 tanpa menggunakan herbisida glyfosat.
Hasil analisis ragam bobot kering tanaman tidak menunjukkan interaksi yang nyata antara perlakuan nomor mata tunas dan penggunaan herbisida glyfosat. Perlakuan nomor mata tunas menunjukkan perbedaan nyata dan perlakuan penggunaan herbisida glyfosat sangat nyata. Rata-rata bobot kering tanaman per rumpun disajikan pada Tabel 4.4.
Rata-rata bobot kering tanaman tertinggi dicapai pada nomor mata tunas 8 ( 4,98 g/rumpun) dan terendah pada nomor mata tunas 4 (3,34 g/rumpun) serta penggunaan herbisida glyfosat lebih tinggi dibandingkan tanpa herbisida glyfosat. Penggunaan herbisida glyfosat memberikan hasil tertinggi pada pembentukan biomassa tanaman.















BAB V
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
ü  Perlakuan nomor mata tunas dan pemakaian herbisida glyfosat mempunyai interaksi sangat nyata pada bobot basah tanaman.
ü  Penggunaan nomor mata tunas berpengaruh terhadap pertumbuhan awal tanaman tebu yang dinyatakan pada jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot basah dan kering tanaman.
ü  Aplikasi herbisida glyfosat pratumbuh tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tunas tebu.

5.2  Saran
Saran yang dapat diambil dari hasil pembahasan adalah :
ü  Bibit yang digunakan nomor mata tunas 8 (M2) pada tanaman tebu karena menunjukkan rata-rata jumlah anakan yang tertinggi.
ü  Penggunaan herbisida jenis sistemik Glyfosat memacu pertumbuhan anakan lebih tinggi.
ü  Kecepatan berkecambah tergantung pula pada jumlah kadar air yang terdapat di dalam mata tunas.
ü  Jangan mengelupas tanaman bibit yang merupakan pelindung untuk mencegah penguapan atau pengeringan. Bahkan dianjurkan memberi air dan tambah pupuk beberapa minggu sebelum tanaman bibit ditebang.
ü  Gunakan herbisida glyfosat untuk memberikan hasil tertinggi pada pembentukan biomassa tanaman.







DAFTAR PUSTAKA.
Andayanie, Wuye Ria. 2013. Penggunaan Nomor Mata Tunas dan Jenis Herbisida pada Pertumbuhan Awal Tanaman Tebu (Sacharum officinarum L.). Jurnal Agri-Tek Volume 14 Nomor 2 September 2013.
Syakir, M. Dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen  Tebu. EKSA Media. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap bertanya ataupun berkomentar dengan bahasa yang sopan. Saran dan kritik yang membangun kami terima.