Senin, 23 Februari 2015

Makalah Kekurangan Gizi

FAKTOR PENGARUH PEMENUHAN STATUS GIZI DAN POLA KONSUMSI MASYARAKAT DI INDONESIA
DISUSUN OLEH :

                   NAMA       :  MUCHAMMAD KIROM
                   NIM           :  11382100978
                   KELAS      :  III A
                   DOSEN      :  MELDA AFRIANTI, S.Pt., M.Si

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN AKADEMIK 2014-2015





KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas mandiri Pangan dan Gizi ini dengan judul “Faktor Pemenuhan Status Gizi, Mutu Konsumsi Pangan (MGP), Pola Pangan Harapan (PPH) dan Pola Konsumsi Masyarakat di Indonesia” dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa penulis juga berterima kasih kepada Ibu Melda Afrianti S.Pt., M.Si selaku dosen pembimbing Pangan dan Gizi yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam melancarkan penyusunan sampai penulisan makalah ini dengan sebaik mungkin.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pangan dan Gizi  dan diharapkan mampu membantu penulis dan pembaca dalam menambah wawasan ilmu dan mengetahui materi Faktor Pemenuhan Status Gizi, Mutu Konsumsi Pangan (MGP), Pola Pangan Harapan (PPH) dan Pola Konsumsi Masyarakat di Indonesia. Makalah ini diharapkan menjadi bacaan yang bermanfaat bagi para pembaca agar mempunyai ilmu yang tinggi dan menambah  luas wawasan pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun  perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari pembaca, guna untuk memperbaiki dan meningkatkan pembuatan makalah atau tugas yang lainnya pada waktu mendatang.

                                                                           Pekanbaru, 4 November 2014

                                                                                                Penulis
DAFTAR ISI
                                                                                                                             
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
1.3  Tujuan .................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2
2.1  Faktor Pemenuhan Status Gizi Masyarakat................................................ 2
2.2  Mutu Konsumsi Pangan (MGP)................................................................. 4
2.3  Pola Pangan Harapan (PPH)..................................................................... 6
2.4  pengaturan Pola Konsumsi........................................................................ 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 9
3.1  Kesimpulan .......................................................................................................... 9
3.2  Saran................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 12
 


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Gizi merupakan pemasalahan kesehatan masyarakat yang sudah lama terjadi di dunia. Masalah gizi di samping berkaitan erat dengan kemiskinan, juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku pola hidup sehat.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk hidup dalam kemiskinan. Menurut UNICEF yang dikutip oleh Hartoyo (2002) menyatakan bahwa kemiskinan erat kaitannya dengan masalah defisiensi gizi. Peningkatan jumlah penduduk miskin akan meningkatkan masalah yang berkaitan dengan gizi pula. Permasalahan ini terjadi hampir kepada setengah penduduk Indonesia, terutama Indonesia bagian tengah (Nusa Tenggara) dan Indonesia bagian timur (Papua).
Terjadinya kondisi kelebihan dan kekuranan zat gizi dapat menyebabkan turunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat berakibat pada pembangunan nasional. SDM yang berkualitas, hidup sehat, dan produktif dapat diperoleh dengan memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Hal tersebut dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi aneka ragam makanan dalam jumlah yang cukup dan seimbang.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa saja faktor  yang mempengaruhi pemenuhan status gizi masyarakat ?
2.      Bagaimana Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP) masyarakat ?
3.      Bagaimana skor Pola Pangan Harapan (PPH) masyarakat ?
4.      Bagaimana pengaturan pola konsumsi masyarakat ?

1.3  Tujuan
Makalah ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi, analisis Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP) dan skor Pola Pangan Harapan (PPH), mengungkapkan sikap dan kebiasaan keluarga dalam pengaturan makanan sehari-sehari.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Faktor Pemenuhan Status Gizi Masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan pola konsumsi masyarakat di Indonesia sangat banyak, kami menyimpulkannya menjadi beberapa faktor yang umum, terutama pembahasan mengenai Provinsi NTT. Penelitian dilakukan di Kabupaten TTU. Penelitian dilakukan di tiga desa, yaitu Desa Sekon, Desa Banain dan Desa Tokbesi, Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU). Pemilihan lokasi atas pertimbangan prevalensi anak balita kurang gizi cukup tinggi, serta  memiliki keragaman akses pangan yang bervariasi, yaitu terdekat ke perkotaan (Desa Sekon), cukup/sedang (Desa Banain) dan jauh ke perkotaan (Desa Tokbesi).
1.      Tempat tinggal mempengaruhi, termsuk akses terhadap sarana dan  pelayanan kesehatan masyarakat. Tempat tinggal subjek di NTT sebagian besar (55.2%) berada di daerah perkotaan yang terdiri dari laki-la­ki sebanyak 55.6% dan perempuan sebanyak 54.9%. Keseluruhan yang memiliki rumah sendiri (78.5%). Sebanyak 61.3% menyatakan bahwa akses ke pasar, sarana-prasarana dan pelayanan kesehatan (Posyandu, Puskesmas dan sebagainya) relatif jauh dan mahal, terutama di Desa Banain dan Desa Tokbesi. Serta akses keluarga terhadap air bersih dan sanitasi lingkungan karena memang susah didapatkan karena lingkungan juga yang kurang mendukung. Para ibu di ketiga desa hampir seluruhnya (94-98%) telah mendengar informasi gizi dan kesehatan, namun masih terbatas dari informasi lainnya, seperti koran, radio atau tenaga kesehatan belum banyak berperan. Oleh karena itu, akses ibu terhadap informasi dan pelayanan gizi dan kesehatan dinilai masih kurang (86.7%) dan paling banyak terdapat di Desa Tokbesi (98.0%). Alasan ibu datang ke posyandu sebagian besar hanya untuk menimbang bayi atau anak balitanya.

2.      Pendidikan terakhir subjek sebagian besar (42.9%) adalah tidak tamat/tamat SD/MI. Sekitar (40.3%) subjek laki-laki memiliki status pendidikan terakhir tamat SMA/MA/PT, sedangkan subjek perempuan sebkitar (46.5%) memiliki pen­didikan terakhir tamat/tidak tamat SD/MI. Persentase tertinggi ayah dan ibu (64.6% dan 71.2%) hanya berpendidikan SD dengan rata-rata lama pendidikan adalah 7 tahun. Separuh keluarga termasuk kategori keluarga sedang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5 orang. Lebih dari 50 persen ibu rata-rata memiliki skor pengetahuan gizi kurang dan paling banyak terdapat di Desa Tokbesi (66.0%). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu berhubungan positif dan signifikan dengan pendidikan ibu (r=0.243*). Hasil ini sejalan dengan penelitian Myers (1990) tentang hubungan antara pendidikan dan pengetahuan gizi ibu, termasuk akses ke pelayanan gizi dan kesehatan.

3.      Peker­jaan sebagai petani/nelayan/buruh sebagian besar (41.3%) merupakan pekerjaan pada subjek laki-laki dan sebagian besar perempuan (44.4%) memiliki status tidak bekerja. Pada umumnya keluarga memiliki pendapatan total dibawah Rp 500.000 per bulan (87.3%), memiliki rumah sendiri (78.5%), memiliki lahan (91.3%), memiliki minimal dua aset (61.3%), dan anggota keluarga memiliki keterampilan bertani (94.7%), namun sebanyak 61.3% menyatakan bahwa akses ke pasar relatif jauh dan mahal, terutama di Desa Banain dan Desa Tokbesi.

4.      Karakteristik keluarga dimana praktek pemenuhan gizi dan kesehatan dalam penelitian ini mencakup prioritas makanan dan pengaturan jenis pangan dalam keluarga, pola asuh keluarga termasuk pemenuhan kecukupan zat gizi ,kebiasaan ibu dalam membawa anak ke posyandu, kepemilikan Kartu Masyarakat Sehat (KMS), kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, serta mencuci bahan makanan dan peralatan memasak. Pada Gambar 1 tampak bahwa sekitar 77% responden melakukan praktek gizi dan kesehatan dalam kategori baik.

   Makanan pokok masyarakat di ketiga desa adalah beras dan jagung, yang terlihat dari frekuensi konsumsi nasi lebih dari 1 kali per hari dan jagung lebih dari 3 kali/minggu. Kedua jenis makanan ini terkadang dicampur menjadi nasi jagung. Makanan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi anak adalah ikan dan telur, dengan rata-rata frekuensi konsumsi 1 kali/minggu. Sementara makanan sumber protein nabati, seperti tempe dan tahu, sangat jarang dikonsumsi. Frekuensi makan sayuran minimal 1 kali/hari, sedangkan frekuensi konsumsi buah-buahan pada umumnya kurang dari 1 kali/minggu dan hanya dikonsumsi pada musim buah tertentu. Susu juga jarang dikonsumsi karena harganya yang tidak terjangkau. Pada pembuatan makanan untuk anak-anak, ibu cenderung memberikan nasi kosong (tanpa lauk pauk). Hal ini akan menyebabkan anak-anak kekurangan konsumsi protein dengan mutu baik karena konsumsi protein hanya bertumpu pada protein nabati beras yang kekurangan asam amino lysin.
        
2.2  Mutu Konsumsi Pangan (MGP)
Menurut Hardinsyah (2000), pengertian Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP) secara sederhana meru­pakan suatu nilai untuk menentukan apakah pangan tersebut bergizi atau tidak yang didasarkan pada kandungan zat gizi pangan berkaitan dengan kebu­tuhan tubuh secara komprehensif. Mutu gizi pangan dihitung berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan gizi rata-rata dari 4 zat gizi (MGP4) yaitu energi, pro­tein, lemak, dan karbohidrat, dari 10 zat gizi (MGP 10) yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, vita­min A, vitamin B1, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, dan dari 14 zat gizi (MGP14) yaitu energi, protein, lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, vita­min B9, vitamin B12, vitamin C, kalsium, fosfor, besi, dan zink.
Data yang diolah pada penelitian ini meru­pakan data sekunder dari hasil penelitian Riskesdas 2010 (Riset Kesehatan Dasar 2010) yang mengguna­kan desain cross sectional dan dilakukan oleh Ba­dan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Ke­menterian Kesehatan. Data Riskesdas 2010 dikum­pulkan oleh tenaga terlatih yang dilaku­kan pada bulan April-Juli 2013 di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Jawa Barat. Subjek laki-laki maupun perempuan secara keseluruhan memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan energi, lemak, kalsium, air, vitamin A, vitamin B9, vitamin C pada subjek kecil dari 70%, sedang­kan karbohidrat, dan vitamin B12 memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan 70-80%. Tingkat pemenuhan kebutuhan protein, vitamin B1, fosfor, besi, dan zink memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan 80-90% untuk seluruh subjek. Hasil penelitian Hanafie (2010) juga menyebutkan bahwa tingkat pemenuhan energi dan protein di daerah Tulungagung kurang dari 70%. Rendahnya tingkat pemenuhan zat gizi juga dialami pada wanita dewasa tidak hamil dan tidak menyusui. Rata-rata nilai mutu gizi konsumsi pangan subjek dapat dilihat pada Tabel 1.
Kategori Mutu Gizi Pangan
Laki-laki
Perempuan
Total
mean±SD(med)%
MGP4:
Sangat kurang
41.7±9.6(43.3)30.0a
40.0±10.1(41.3)42.8b
40.7±10.0(42.2)36.6
Kurang
62.6±4.3(62.7)24.6a
62.4±4.3(62.3)25.3b
62.5± 4.3(62.5)24.9
Cukup
77.3±4.3(77.3)24.4a
77.0±4.3(76.8)19.7b
77.2± 4.3(77.0)22.0
Baik
93.2±5.0(92.9)21.0a
92.6±4.9(92.1)12.2b
93.0± 5.0(92.6)16.5
Total
66.4±20.2(67.2)100a
59.4±20.4(59.1)100b
62.8±20.6(63.1)100
MGP10:
Sangat kurang
41.7±9.5(43.4)55.3a
40.3±9.9(41.8)63.9b
40.9±9.7(42.5)59.7
Kurang
61.9±4.3(61.6)30.9a
61.6±4.2(61.2)26.2b
61.7±4.2(61.4)28.5
Cukup
75.7±4.0(75.0)12.5a
75.5±4.0(74.8)8.9b
75.6±4.0(74.9)10.7
Baik
88.8±3.1(88.0)1.3a
88.5±3.0(87.8)0.9b
88.6±3.1(87.9)1.1
Total
52.8±15.3(52.9)100a
59.5±15.4(49.2)100b
51.1±15.4(51.0)100
MGP14:
Sangat kurang
41.8±9.6(43.6)46.9a
40.5±10.1(42.1)54.4b
41.1±9.9(42.7)50.8
Kurang
62.3±4.2(62.3)33.3a
62.0±4.3(61.8)30.2b
62.2±4.3(62.0)31.7
Cukup
76.0±4.0(75.5)17.8a
75.8±4.0(75.1)13.9b
75.9±4.0(75.3)15.8
Baik
88.4±2.8(87.7)2.0a
88.6±2.7(88.0)1.5b
88.5±2.8(88.1)1.7
Total
55.7±15.9(56.4)100a
52.6±16.2(53.0)100b
54.1±16.1(54.7)100
Tabel 1. Rata-rata Skor Mutu Gizi Pangan menurut Jenis Kelamin, Usia dan Kategori Mutu Gizi Pangan
Hasil penelitian menunjukkan, rata-rata dari MGP 4 kelompok pangan dewasa adalah 62.8±20.6 (66.4±20.2 pada laki-laki dan 59.4±20.4 pada perempuan) dengan sebagian besar subjek (36.6%) tergo­long sangat kurang, rata-rata dari MGP 10 kelompok pangan dewasa adalah 51.1±15.4 (52.8±15.3 pada laki-laki dan 59.5±15.4 pada perempuan) dengan sebagian besar subjek (59.7%) tergolong sangat kurang, dan rata-rata dari MGP 14 kelompok pangan dewasa adalah 54.1±16.1 (55.7±15.9 untuk laki-laki dan 52.6±16.2 untuk perempuan) dengan sebagian besar subjek (50.8%) tergolong sangat kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan pada dewasa usia 19-49 tahun memiliki kualitas yang kurang baik.
2.3  Pola Pangan Harapan (PPH)
Skor Pola Pangan Harapan (PPH) menurut kelompok usia dan jenis kelamin pada subjek laki-laki dan perem­puan usia 19-49 tahun pada tabel 2 menunjukkan rata-rata total sebesar 53.1±9.3, rata-rata total Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada subjek laki-laki sebesar 54.6±9.5, dan rata-rata total Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada subjek perempuan sebesar 51.7±9.1.
Kelompok Pangan
Skor PPH = mean ± SD (med)
Laki–laki
Perempuan
Total
Padi-padian
20.1±5.6(22.0)0.3-25.0a
17.8±6.2(18.3)0.3-25.0b
18.8±6.0(20.1)0.3-25.0
Umbi-umbian
0.1±0.8(2.1) 0.0-2.5a
0.1±0.8(1.9)0.0-2.5b
0.1±0.8(2.0)0.0-2.5
Pangan hewani
12.8±7.1(17.4)0.1-24.0a
12.0±7.3(15.9)0.1-24.0b
12.4±7.3(16.6)0.1-24.0
Minyak dan lemak
0.1±1.1(1.2)0.0-5.0a
0.1±1.2(1.3)0.0-5.0b
0.1±1.2(0.1)0.0-5.0
  Buah/biji berminyak
0.0±0.3(1.0)0.1-1.0a
0.0±0.3(1.0)0.1-1.0b
0.0±0.3(1.0)0.1-1.0
Kacang-kacangan
9.3±2.0(10.0)0.1-10.0a
9.3±2.2(10.0)0.1-10.0b
9.3±2.2(10.0)0.1-10.0
Gula
0.2±0.7(1.0) 0.0-2.5a
0.1±0.6(0.7)0.0-2.5b
0.1±0.7(0.9)0.0-2.5
Sayur dan buah
12.1±11.1(11.7)0.0-30.0a
12.3±11.0(11.5)0.0-30.0b
12.2±11.1(11.6)0.0-30.0
Lainnya
0.0±0.0(0.0)0.0-0.0a
0.0±0.0(0.0)0.0-0.0b
0.0±0.0(0.0)0.0-0.0
Total
54.6±9.5(10.0)10.0-94.0a
51.7±9.1(10.0)10.0-92.2b
53.1±9.3(10.0)10.0-94.0
Tabel 2. Rata-Rata Skor PPH menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Pangan.
Ket: Tanda a,b pada tabel hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda antar kolom menunjukkan hasil uji berbeda signifikan menurut jenis kelamin

Skor PPH tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan individu dewasa usia 19-49 tahun belum beragam yang ditandai dengan Skor Pola Pangan Harapan kurang dari skor 100. Rata-rata skor PPH tertinggi terdapat pada kelompok pangan padi-padian (18.8±6.0) dan skor PPH namun masih belum mencapai skor maksimal. Skor PPH tertinggi terdapat pada kelompok pangan padi-padian, hasil ini sesuai dengan penelitian dari Kandiana et al. (2009) dan Nurindarwati et al. (2008) tentang anali­sis konsumsi pangan di Sulawesi Selatan dan Lam­pung Barat. Skor PPH terkecil terdapat pada kelom­pok pangan buah dan biji berminyak (0.0±0.3), gula (0.1±0.7) dan minyak/lemak (0.1±1.2). Rata-rata skor PPH de­wasa usia 19-49 tahun menurut jenis kelamin dan kelompok pangan dapat dilihat pada Tabel 3.

2.4  Pengaturan Pola Konsumsi
Ibu mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatur makanan anak dan juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gizi buruk pada balita. Walaupun anak sudah memilih makanan yang disukai dan dibutuhkan tetapi mereka tetap memerlukan perhatian khusus agar makanan yang dikonsumsinya memenuhi kebutuhan tubuh, kalau tidak kekurangan gizi yang terus-menerus dan berlangsung lama dapat berakibat menjadi gizi buruk pada balita.
Dengan diperolehnya hal itu maka peneliti akan mencoba mencari jalan pemecahan dalam penanggulangan gizi buruk yang sesuai untuk mengubah sikap dan kebiasaan ibu rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan gizi dan pengaturan makanan keluarga meliputi pengetahuan tentang zat-zat makanan, teknik pengolahan, cara penyajian dan pemberian makanan.
Tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di Kecamatan Kuranji Kota Padang dengan waktu 6 bulan. Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis sikap dan kebiasaan ibu dalam pengaturan makanan keluarga. Populasi penelitian ini bersifat homogen yaitu seluruh ibu-ibu yang mempunyai balita dengan status gizi buruk yang terdapat di kecamatan Kuranji, dengan jumlah 85 orang, jumlah sample 65 orang dengan teknik peng-ambilan sample simple random sampling. Instrumen yang digunakan untuk me-ngumpulkan data penelitian berupa angket (kuesioner). Angket disusun dalam bentuk skala Likert dengan 5 alternatif jawaban. Pernya-taan dalam kuisioner terdiri dari pernyataan positif dan negatif yaitu Sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (P), Tidak setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Jenis data digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data tentang sikap dan kebiasaan ibu dalam pengaturan makanan keluarga yang diperoleh langsung dari responden dengan menyebarkan angket, dan data sekunder yaitu da-ta tentang jumlah anak balita yang menderita gizi buruk. Pengolahan dan analisis data dila-kukan secara deskriptif.
Berdasarkan analisis data sikap ibu dalam pengaturan makanan tentang penyusunan menu ditemukan bahwa 29.50% sangat baik, 38.25% baik, 19% cukup, 7.25% kurang dan 6.00% sangat kurang. Hasil analisa dapat digambarkan dengan grafik gambar 2 berikut:
 
Gambar 2. Sikap ibu dalam pengaturan pola penyusunan menu makanan sehari-hari












BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk di daerah penelitian di NTT masih tinggi, yaitu 33.3% mengalami underweight dan 6,0% mengalami severe underweight. Sementara itu, anak balita yang memiliki yang memiliki status gizi sangat pendek (severe stunted) dan sangat kurus (severe wasted) masing-masing mencapai 15.3% dan 0.7%. Terdapat kecenderungan dimana semakin tinggi umur anak, khususnya umur 6 bulan ke atas, penyimpangan status gizi anak terhadap baku status gizi WHO-NCHS semakin melebar ke kiri (status gizi memburuk) yang mengindikasikan buruknya kualitas makanan sapihan dan masalah kesehatan (penyakit/infeksi) pada anak balita berumur diatas 6 bulan.
Pendidikan dan pengetahuan ibu tantang gizi; akses ibu terhadap informasi, khususnya gizi dan kesehatan; peran perilaku ibu sebagai “gate keeper” pemenuhan konsumsi gizi keluarga, kebiasaan makan anak dan lingkungan fisik, keadaan sosial ekonomi dan  khususnya pendapatan (pengeluaran total).
 
Pada penelitian skor PPH di kampus IPB, Darmaga, Jawa Barat pada usia dewasa (19-49 tahun) memiliki konsumsi elompok pangan padi-padian merupakan kelompok pangan yang paling banyak dikonsumsi dan kelompok pangan buah/biji berminyak paling sedikit dikonsum­si dengan  Rata-rata Skor PPH sebesar 53.1±9.3 dengan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Rendahnya skor PPH tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan belum beragam.
Rata-rata dari MGP 4 kelompok pa-ngan dewasa adalah 62.8±20.6 (laki-laki lebih tinggi dibandingkan untuk perempuan), dan rata-rata dari MGP 10 kelompok pangan dewasa adalah 51.1±15.4, sedangkan rata-rata dari MGP 14 kelompok pangan dewasa adalah 54.1±16.1.
Sistem penilaian Pola Pangan Harapan (PPH) dapat diterapkan untuk menilai Mutu Gizi Pangan (MGP) dewasa karena sistem penilaian PPH lebih sederhana dibandingkan dengan menghitung 14 zat gizi. Namun penerapan metode PPH pada individu tidak sevalid jika digunakan pada rumahtangga sehingga perlu dikembangkan penilaian skoring lebih lanjut dengan kevalidan yang lebih tinggi.

3.2  Saran
 Berdasarkan kesimpulan dapat disarankan kepada pihak Dinas Kesehatan yang ada dilapangan, baik puskesmas dan posyandu untuk lebih meningkatkan penyuluhan tentang pengaturan gizi/makanan.
Pada konsumsi pangan sehari-hari, hendaknya beragam dengan memperhatikan nilai kandungan gizi produk pangan. Berikut acuan label gizi produk pangan yang harus dipenuhi masyarakat menurut keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
No
Zat Gizi
Nilai Acuan Label Gizi Untuk Kelompok Konsumen
Satuan
Umum
Bayi 0-6 Bulan
Anak 7-23 Bulan
Anak 2-5 Tahun
Ibu Hamil
Ibu Menyusui
1
Energi
Kal
2000
550
800
1300
2160
2425
2
Lemak Total
g
62
35
27
40


3
Lemak Jenuh
g
18
-
-
-


4
Kolesterol
mg
<300
-
-
-


5
Asam Lindeat
g
-
2
3
4
6
7
6
Protein
g
60
10
20
35
81
91
7
Karbohidrat Total
g
300
50
120
200
324
364
8
Serat Makanan
g
25
-
-
-
25
25
9
Vitamin A
RE
600
375
400
440
800
850

Setara Karoten Total*)
mcg
7200
4500
4800
5280
9600
10200
Setara Beta Karoten*)
mcg
3600
2250
2400
2640
4800
5100
10
Vitamin D
mcg
10
5
5
5
5
5
11
Vitamin E
mg
15
4
6
7
15
19
12
Vitamin K
mcg
60
5
12
18
55
55
13
Thiamin
mg
1
0,3
0,5
0,7
1,3
1,3
14
Ribnoflavin
mg
1,2
0,3
0,5
0,6
1,4
1,5
15
Niasin
mg
15
2
5
7
18
17
16
Asam Folat
mcg
400
65
90
185
600
500
17
Asam Panthotenat
mg
7
1,4
2
3
7
7
18
Piridoksin
mg
1,4
0,1
0,4
0,6
1,7
1,8
19
Vitamin B12
mcg
2,4
0,4
0,6
1
2,6
2,8
20
Vitamin C
mg
90
40
40
45
90
100
21
Kalium
mg
4700
400
700
3400
4700
5100
22
Natrium
mg
<2300
120
370
1100
1500
<2300
23
Kalsium
mg
800
200
480
500
950
950
24
Fosfor
mg
600
100
320
400
600
600
25
Magnesium
mg
270
25
60
80
270
270
26
Besi
mg
26
0,3
8
8
33
32
27
Yodium
mcg
150
90
90
110
200
200
28
Seng
mg
12
5,5
8
9,4
14,7
13,9
29
Selenium
mcg
30
5
13
19
35
40
30
Mangan
mg
2
0,003
0,8
1,4
2
2,6
31
Fluor
mg
2,5
0,01
0,6
0,8
2,7
2,7











*) Vitamin A bersumber dari pangan (non sintetik)
          untuk vitamin A dari sumber hewani atau retinol, 1 RE setara 1 RAE (Retinol Activity Equivalent).
          untuk memenuhi setara RAE dari karoten total, nilai RE dikali 24.
          untuk memenuhi setara RAE dari beta karoten, nilai RE dikali 12
Tabel 3. Acuan label gizi menurut keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)























DAFTAR PUSTAKA

Anwar K & Hardiansyah. 2014. Konsumsi Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan pada Dewasa Usia 19­49 Tahun di Indonesia. Fakultas Ekologi Manusia & Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Elida & Fridayati L. 2011. Penanggulangan Gizi Buruk melalui Analisis Sikap dan Kebiasaan Ibu dalam Pengaturan Makanan Keluarga. Jurusan Kesejahteraan Keluaga, UNP, Padang.
Riyadi H, Martianto D, Hastuti D, Damayanthi E & Murtilaksono K. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2007. Keputusan Kepala Dinas BPOM RI Nomor: HK.00.05.52.6291 tentang Acuan Label Gizi Pangan. BPOM RI, Jakarta.


Lampiran : - Jurnal