Selasa, 19 November 2013

Penulisan, Pengumpulan dan Penyalinan al-Qur'an


BAB I PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Al-Qur’an adalah bagian utama dalam kehidupan manusia di bumi ini. Al-Qur’an adalah petunjuk dan sumber hukum dari segala hukum. Sebagai muslim, sudah sepatutnya kita menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung di dalamn Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupann kita sehari-hari. Pemahaman dan pengamalan ini juga tentunya tidak lepas dari sejarah bagaimana Al-Qur’an ini ditulis, dikumpulkan, dan disalin dalam kitab (Al-Qur’an). Banyak dari kita yang belum mengetahui sejarah penulisan, pengumpulan dan penyalinan Al-Qur’an. Pengetahuan tentang sejarah penulisan, pengumpulan dan penyalinan Al-Qur’an itu sangat penting, selain untuk menambah wawasan juga dapat mengambil makna dan hikmah disetiap peristiwa yang terjadi pada waktu ketika Al-Qur’an itu belum menjadi satu-kesatuan kitab Al-Qur’an seperti sekarang. Untuk itu, makalah ini kami buat untuk pembaca agar dapat menambah wawasan, pengetahuan dan agar para pembaca dapat menarik hikmah dan kesimpulan disetiap peristiwa yang terjadi pada saat penulisan, pengumpulan dan penyalian Al-Qur’an tersebut.
2.      Rumusan Masalah
Bermula dari latar belakang masalah tersebut, penulis akan mencoba menyampaikan permasalahan antara lain :
1.      Bagaimana Al-Qur’an itu ditulis pada masa sahabat ?
2.      Bagaimana cara pengumpulan Al-Qur’an ?
3.      Bagaimana al-Qur’an itu disalin ?
3.      Tujuan
  1. Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan metodologis.
  2. Menumbuhkan rasa etos dalam bekerja seperti yang dicontohkan para sahabat nabi.
  3. Mahasiswa dapat mengambil pelajaran dan hikmah dalam setiap peristiwa yang terjadi.
  4. Merubah pemikiran dan usaha itu harus mendapatkan imbalan dan materil seperti yang dilakukan sahabat yang dengan semangat dan senang hati dalam melakukan kerjanya atas perintah pemimpinnya.
  5. Melatih keterampilan dasar untuk menjadi pemimpin yang baik dalam setiap pengambilan keputusan masalah dengan biijak.
  6. Mampu mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk.
4.      Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan adalah:  
1.      Kajian pustaka dilakukan dengan mencari literatur di internet.
2.      Mengambil informasi dari referensi buku.
3.      Penambahan oleh pemahaman dan pengetahuan penulis miliki.















BAB 2 PEMBAHASAN
1.      SEJARAH PENULISAN, PENGUMPULAN, DAN PENYALINAN AL-QURAN 
Al-Qur’an Adalah: kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw yang pembacaannya merupakan ibadah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada mulanya al-Qur’an bukanlah berupa al-Qur’an pada saat ini. Al-Qur’an pada zaman Abu Bakar berupa lembaran-lembaran atau suhuf. Tentunya dalam proses penghimpunan dan penulisan al-Qur’an terdapat beberapa tahapan-tahapan dan dengan waktu yang tidak singkat pula. Pada saat sekarang, tak henti-hentinya kaum liberal berusaha menghambat kembalinya kaum muslimin menerapkan Syariat Islam. Salah satunya adalah dengan membuat kaum muslimin ragu-ragu akan keotentikan Mushhaf al-Qur`an sebagai wahyu Allah. Jika kaum muslimin telah ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an sebagai wahyu Allah, maka syariat Islam semakin bisa dihambat penerapannya.
Manusia-manusia jahat itu banyak memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang sejarah penulisan, pengumpulan dan penyalinan al-Qur`an. Oleh karena itu, sangat penting penyampaian Sejarah Penulisan, Pengumpulan, dan Penyalinan al-Qur`an.
1.1  Penulisan Al-Qur’an
Ketika diturunkan satu atau beberapa ayat, Rasul saw langsung menyuruh para sahabat untuk menghafalkannya dan menuliskannya di hadapan beliau. Sahabat yang bertugas sebagai sekertaris Nabi ialah sahabat pilihan rasul dari kalangan sahabat  yang terbaik dan indah tulisannya sehingga mereka benar-benar pantas mengemban tugas mulia ini. Mereka adalah Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, khulafaur rasyidin dan sahabat-sahabat lain. Rasulullah mendiktekannya kepada para penulis wahyu. Para penulis wahyu menuliskannya ke dalam lembaran-lembaran yang terbuat dari kulit, daun, kaghid (kertas), tulang yang pipih, pelepah kurma, dan batu-batu tipis. Mengenai lembaran-lembaran ini Allah SWT berfirman :
×Aqßu z`ÏiB «!$# (#qè=÷Gtƒ $ZÿçtྠZot£gsÜB ÇËÈ
Artinya: “(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Qur’an).” (QS. Al-Bayyinah [98]: 2).
            Rasulullah saw mengizinkan kaum muslimin untuk menuliskan al-Qur`an berdasarkan apa yang beliau diktekan kepada para penulis wahyu. Rasulullah saw bersabda: Laa taktubuu ‘annii, wa man kataba ‘annii ghairal qur`aani falyamhuHu.  Artinya:Janganlah kalian menulis dari aku. Barangsiapa yang telah menulis dari aku selain al-Qur`an hendaknya ia menghapusnya. (HR. Muslim). Rasulullah saw tidak khawatir dengan hilangnya ayat-ayat al-Qur`an  karena Allah telah menjamin untuk memeliharanya berdasarkan nash    yang jelas.
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Artinya: Sesungguh

nya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr [15]:9)                                         
            Rasulullah saw gembira dan ridha dengan al-Qur`an sebagai mukjizat terbesarnya yang dapat digunakan sebagai hujjah terhadap orang-orang Arab maupun orang-orang di seluruh dunia .                                                                    
Pengumpulan alquran pada masa nabi dilakukan dengan dua metode, yakni:
Ø  Pengumpulan dengan hafalan (jam’u fis shudur)
Bangsa arab pada masa itu terkenal dengan Kuatnya ingatan mereka. Tak heran, ketika al-Qu’ran turun, para sahabat berbondong-bondong untuk menghafalkan qur’an. Lalu mereka mengajarkannya pada anak isteri mereka.
Ø  Pengumpulan dengan tulisan (jam’u fis suthur)
Penulisan alquran pada masa Nabi sangatlah sederhana, mereka menggunakan batu, pelepah kurma, lontaran kayu, tulang belulang, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang mendorong penulisan alquran di masa Nabi adalah:
Ø  Memback up hafalan, baik Nabi maupun sahabat
Ø  Mempresentasikan wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena mengandalkan hafalan saja tidak cukup, karena diantara mereka lupa atau telah wafat. sedangkan tulisan akan tetap terpalihara.
Penulisan al-Qur’an pada masa nabi tidak terkumpul dalam satu tempat, tetapi terpisah. Hal ini karena proses turunnya al-Qur’an masih berlangsung, sehingga terdapat kemungkinan ayat yang turun di belakang menghapus (menasakh) redaksi atau hukum ayat yang turun sebelumnya.
            Ketika Nabi saw wafat, al-Quran secara keseluruhan sudah tertulis pada lembaran-lembaran, tulang-tulang, pelepah kurma, dan batu-batu tipis, dan di dalam hafalan para sahabat.                                                                                    
2.1  Pengumpulan Al-Qur’an
            Setelah wafatnya Rasulullah, pemegang jabatan tertinggi sebagai pengganti Nabi ialah Abu Bakar. Pada masa pemarintahan beliau terjadi peristiwa-peristiwa besar, salah satunya yakni perang yamamah, yaitu perang melawan orang-orang murtad pengikut Musailamah Al-kadzab yang terjadi pada tahun ke 12 hijriyah. Pada perang ini 70 qari’ dan sahabat qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an) gugur di medan perang.   Akibat peristiwa tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an akibat wafatnya para huffazh. Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di lembaran-lembaran. Zaid bin Tsabit ra berkata :  Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang korban Perang Ahlul Yamamah.
      Saat itu Umar bin Khathab berada di sisinya. Abu Bakar ra berkata, bahwa Umar telah datang  kepadanya lalu ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang terbunuh) di negeri itu. Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar al-Qur`an.” Abu Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw ?” Abu bakar menolak usulan Umar dengan alasan tidak ada pada zaman Rasul. Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik.” Namun setelah mendapat desakan Umar dan Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar dan hingga Allah memberikan kelunakan dan kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.
Kemudian  beliau, Abu Bakar segera memanggil Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia penulisan alquran, mengingat kedudukan Zaid dalam qira’at, pemahaman, tulisan, kecerdasan, dan hadirnya Zaid pada pembacaan al-Qur’an yang terakhir kali oleh Rasulullah. Sebagaimana Abu Bakar, pada awalnya Zaid menolak perintah Abu Bakar. Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka kumpulkanlah ia.” Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an. Zaid bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada dadaku seperti yang telah diberikan-Nya kepada Umar dan Abu Bakar ra. Setelah mereka bertukar pendapat dan bermusyawarah, akhirnya Zaid menyetujui penulisan al-Qur’an yang diperintahkan Abu Bakar.
Maka Zaid mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku temukan dari yang lainnya, yaitu ayat:
ô ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îƒÍtã Ïmøn=tã $tB óOšGÏYtã ëȃ̍ym Nà6øn=tæ šúüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOŠÏm§ ÇÊËÑÈ   
Artinya:Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128).
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dari tulisan-tulisan qurra’ dan penulis juga dikumpulkan terlebih dahulu apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Zaid sangat berhati-hati dan cermat dalam memilih dan menuliskan al-Qur’an. Lembaran-lembaran al-Qur`an tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat:
Ø  Harus diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat.
Ø  Harus dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.       
Beliau tidak menerima sahabat yang hanya menyandarkan pada hafalan semata, tanpa catatan. Saking telitinya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat at-Taubah tersebut ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Padahal banyak sahabat yang menghafalnya, tapi beliau tidak serta merta menulisnya sebelum mendapat teks tertulisnya dari Abu Khuzimah Al-anshari. Catatannya hanya beliau dapat dari Abu Khuzaimah Al-anshari. Para sahabat tidak berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut. Proses penulisan al-Qur’an ini dapat diselesaikan dalam waktu sekitar satu tahun, yakni pada tahun 13 hijriyah.
            Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an, namun mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya, selesai sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke dalam satu tempat. Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Abu Bakar adalah orang yang pertama kali mengumpulkan al-Qur`an dalam satu mushaf. Sebelumnya al-Qur’an sekedar ditulis pada pelepah kurma, batu, tulang belulang, dan lain-lain. Oleh karena itu terkadang surat yang turunnya lebih akhir berada di depan dan sebaliknya ayat yang turun awal berada di depan. Ali bin Abi Thalib berkata: “orang yang paling besar pahalanya dalam hal mushaf ialah Abu Bakar. Semoga Allah melompahkan rahmat-Nya kepada Abu Bakar, dialah yang pertama kali mengumpulkan kitab Allah”.
            Setelah Abu Bakar wafat, shuhuf-shuhuf al-Qur’an itu disimpan oleh khalifah Umar bin al-Khaththab selama hidupnya. Setelah khalifah Umar wafat, mushaf itu disimpan di rumah Hafshah sesuai wasiat Umar. Dari sini timbul pertanyaan besar mengapa tidak disimpan Utsman yang notabene khalifah pengganti Umar. Jawabannya ialah karena sebelum Umar wafat beliau telah bermusyawarah dan menyerahkan mushaf tersebut kepada 6 orang sahabat. Jika Umar memberi pada salah satu sahabat akan timbul interpretasi bahwa Umar memihak salah satu sahabat tersebut. Maka mushaf itu disimpan oleh Hafshah karena beliau adalah isteri Nabi dan telah menghafal keseluruhan al-Qur’an.
1.3  Penyalinan Al-Qur’an   
Kemudian datanglah masa pemerintahan Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Pada masa Utsman bin Affan islam tesebar luas hingga ke berbagai wilayah. Tentunya di setiap wilayah para penduduk mempelajari al-Qur’an yang dikirim kepada mereka. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Dan cara pembacaan al-Qur’an terjadi perbedaan antara guru yang satu dengan guru yang lain. Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan bacaanAbdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Apalagi ketika terjadi perkumpulan tentara, baik dalam latihan maupun medan perang, tejadi perbedaan pendapat yang mencolok sehingga tak jarang menimbulkan perpecahan, bahkan saling mengkafirkan sesama muslim. Itu tejadi pada perang Armenia dan Arzabaijan.
Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan Bashrah. Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.”
Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.         Melihat hal yang sangat memprihatinkan itu Hudzaifah melapor dan berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana perselisihan Yahudi dan Nasrani.” Lalu mereka bersepakat untuk menyalin lembaran-lembaran Abu Bakar dalam satu mushaf untuk menyatukan umat Islam  dengan bacaan yang tetap. Pengurutan ayat-ayat dan surat-surat al-Qur’an oleh Utsman karena sistematika penulisan al-Qur’an tidak disusun  menurut kronologi turunnya, tapi menurut keserasian antara ayat yang satu dan ayat lain.
Utsman kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah mengirimkan lembaran-lembaran  al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi. Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an itu kepada Utsman. Kemudian Utsman memenggil lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya memperbanyak kedalam beberapa mushhaf dan memerintahkan agar ditulis dengan bahasa quraisy karena al-Qur’an turun dalam logat mereka. Utsman bertanya, “Siapa yang orang yang biasa menulis?” Dijawab, “Penulis Rasulullah saw adalah Zaid bin Tsabit.” Utsman bertanya lagi, “Lalu siapa oang yang paling pintar bahasa Arabnya?” Dijawab, “Said bin al-‘Ash. Utsman kemudian berkata, “Suruhlah Said untuk mendiktekan dan Zaid untuk menuliskan al-Qur`an.” Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”. Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu, karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Setelah mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut  ke dalam mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah. Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah. Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu salinan ke kota Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah yang kemudian dikenal dengan namaMushhaf Utsmani.
Az-zarqani mengemukakan pendapatnya tentang pedoman pelaksanaan tugas yang diemban tim penulis Al-Qur’an, yakni:
Ø  Tidak menuliskan sesuatu dalam mushaf, kecuali diyakini bahwa itu benar ayat al-Qur’an yang dibaca nabi pada waktu pemeriksaan terakhir Jibril.
Ø  Untuk menjamin ketujuh huruf turunnya al-Qur’an, tulisan mushaf ini tanpa titik dan syakal.
Ø  Lafadz yang dibaca dengan satu bacaan saja ditulis dengan bentuk unik, sedangkan lafadz yang dibaca dengan bermacam-macam bacaan ditulis dengan rasm yang berbeda-beda tiap mushaf.
Ø  Ditetapkan menggunakan bahasa quraisy karena alquran diturunkan dengan bahasa Quraisy.
Utsman menetapkan kriteria penulisan sebagai berikut :
Ø  Riwayatnya harus mutawattir (berurutan), bukan ahad (dari yang terbesar)
Ø  Mengabaikan ayat yang bacaannya di nasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kembali di hadapan Nabi pada saat-saat terakhir.
Ø  Struktur suratnya seperti saat ini, berbeda dengan pada masa Abu Bakar.
 Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk dibakar.
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang lain dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama hingga sampai kepada kita sekarang.
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf yang terjadi di masa Khalifah Muawiyah dilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca al-Qur`an yang kurang mengerti tata bahasa Arab. Pada masa Daulah Abbasiyah, tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf, dan kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf.
Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf
lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah sama dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang yang berusaha mengganti satu huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan terungkap. Allah SWT berfirman:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ  
Artinya:Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr [15]: 9)         
             Oleh karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an. Tak perlu kita terprovokasi tipu daya orang-orang liberal yang berupaya membuat kita ragu-ragu terhadap al-Qur`an. Orang-orang liberal itu memang telah berguru kepada para orientalis yang mempelajari al-Qur`an bukan untuk mengimaninya, bukan untuk menerapkan hukum-hukum yang ada di dalamnya. Mereka mempelajari al-Qur`an untuk mencari-cari cara agar bisa melemahkan aqidah umat Islam. Semoga Allah menghancurkan rencana-rencana mereka. Semoga Allah membuat sakit yang ada pada hati mereka semakin parah dan semakin parah. Semoga Allah segera membinasakan mereka karena sakit itu. Amin ya Allah ya Mujiibas saa`iliin.                          
           








BAB III PENUTUP

1.      KESIMPULAN
 Dengan selesainya makalah ini, maka dapat kita simpulkan bahwa dalam proses penulisan, pengumpulan dan penyalinan al-Qur’an membutuhkan waktu yang lama, kerja keras para sahabat yang semuanya itu untuk kepentingan umat muslim di seluruh dunia yang didalamnya mengemukakan kebenaran dari suatu ilmu dunia dan akhirat, dan lain-lain. Dan poin-poin yang dapat kita ambil antara lain :
Ø  Penulisan al-quran terdapat dua masa, yakni pada masa Nabi dan Khulafaur Rasyidin.
Ø  Pengumpulan atau Penulisan al-quran pada masa nabi terdapat dua tahapan, yakni menghafal dalam dada (jam’u fis shudur) dan menghafal dengan tulisan (jam’u fis suthur).
Ø  Penulisan pada masa Khulafaur Rasyidin terdiri dari dua masa, yakni pada masa Abu Bakar dan Utsman.
Ø  Perbedaan penulisan alquran pada masa Abu Bakar dan Utsman terletak pada motivasi penulisannya, pada masa Abu Bakar motivasinya ialah karena para huffadh gugur dalam perang yamamah. Sedangkan pada masa Utsman ialah karena terjadinya perbedaan cara bacaan.
Ø  Pada masa Rasulullah Ulumul Quran belum ada, karena segala sesuatu yang berkaitan dengan al-quran mereka tanyakan langsung pada Rasul, para sahabat sedikit sekali yang bisa menulis, dan karena Rasul melarang menulis kecuali al-quran.
Ø  Pada masa Utsman, terjadi penyalinan qur’an dari berupa shuhuf menjadi sebuah kitab atau buku. Maka dinamakan ilmu rasm al-quran atau ilmu rasm al-utsmani.
Ø  Pada zaman Ali terjadi penyusunan kaidah-kaidah bahasa arab, tindakan ini memunculkan ilmu nahwu dan ilmu i’rabul qur’an.
Ø  Pada abad ke-2 H hingga abad ke-13 dimulailah pembukuan ulumul qur’an oleh Ulama yang ahli sehingga mucullah banyak kitab Ulumul Quran.

2.      SARAN
Makalah ini kami buat untuk anda semua yang ingin mengetahui proses penulisan, pengumpulan dan penyalinan al-Qur’an. Makalah ini kami tujukan terutama untuk mahasiswa yang ingin memperdalam ilmu dan pengetahuan dalam studi al-Qur’an. Kritikan dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi menyempurnakan dan perbaikan makalah kami dimasa yang akan datang.













DAFTAR PUSTAKA