BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah bagian utama dalam
kehidupan manusia di bumi
ini. Al-Qur’an adalah petunjuk dan sumber hukum dari segala hukum. Sebagai
muslim, sudah sepatutnya kita menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung di
dalamn Al-Qur’an dan mengamalkannya dalam kehidupann kita sehari-hari.
Pemahaman dan pengamalan ini juga tentunya tidak lepas dari sejarah bagaimana
Al-Qur’an ini ditulis,
dikumpulkan, dan disalin dalam kitab (Al-Qur’an). Banyak dari kita yang belum
mengetahui sejarah penulisan, pengumpulan dan penyalinan Al-Qur’an. Pengetahuan
tentang sejarah penulisan, pengumpulan dan penyalinan Al-Qur’an
itu sangat penting, selain untuk
menambah wawasan juga dapat mengambil makna dan hikmah disetiap peristiwa yang
terjadi pada waktu ketika Al-Qur’an itu belum menjadi satu-kesatuan kitab
Al-Qur’an seperti sekarang. Untuk itu, makalah ini kami buat untuk pembaca agar
dapat menambah wawasan, pengetahuan dan agar para pembaca dapat menarik hikmah
dan kesimpulan disetiap peristiwa yang terjadi pada saat penulisan, pengumpulan
dan penyalian Al-Qur’an tersebut.
2. Rumusan Masalah
Bermula dari latar belakang masalah tersebut,
penulis akan mencoba menyampaikan permasalahan antara lain :
1. Bagaimana Al-Qur’an itu ditulis pada masa sahabat ?
2.
Bagaimana cara pengumpulan Al-Qur’an ?
3.
Bagaimana
al-Qur’an itu disalin ?
3.
Tujuan
- Sebagai wahana melatih mengungkapkan pemikiran
atau hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan ilmiah yang sistematis dan
metodologis.
- Menumbuhkan rasa etos dalam bekerja seperti yang dicontohkan para sahabat
nabi.
- Mahasiswa
dapat mengambil pelajaran dan hikmah dalam setiap peristiwa yang terjadi.
- Merubah
pemikiran dan usaha itu harus mendapatkan imbalan dan materil seperti yang
dilakukan sahabat yang dengan semangat dan senang hati dalam melakukan
kerjanya atas perintah pemimpinnya.
- Melatih keterampilan dasar untuk menjadi pemimpin yang baik dalam setiap pengambilan
keputusan masalah dengan biijak.
- Mampu
mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk.
4.
Metode Penelitian
Metode yang kami
gunakan adalah:
1.
Kajian pustaka
dilakukan dengan mencari literatur di internet.
2.
Mengambil informasi dari referensi buku.
3.
Penambahan oleh pemahaman dan pengetahuan penulis miliki.
BAB 2 PEMBAHASAN
1.
SEJARAH
PENULISAN, PENGUMPULAN, DAN PENYALINAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an Adalah: kalam
atau firman Allah yang diturunkan kepada Muhammad saw yang pembacaannya
merupakan ibadah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pada mulanya
al-Qur’an bukanlah berupa al-Qur’an pada saat ini. Al-Qur’an pada zaman Abu Bakar
berupa lembaran-lembaran atau suhuf. Tentunya dalam proses penghimpunan dan
penulisan al-Qur’an terdapat beberapa tahapan-tahapan dan dengan waktu yang
tidak singkat pula. Pada saat sekarang, tak henti-hentinya kaum
liberal berusaha menghambat kembalinya kaum muslimin menerapkan Syariat Islam.
Salah satunya adalah dengan membuat kaum muslimin ragu-ragu akan keotentikan
Mushhaf al-Qur`an sebagai wahyu Allah. Jika kaum muslimin telah ragu terhadap
orisinalitas al-Qur`an sebagai wahyu Allah, maka syariat Islam semakin bisa
dihambat penerapannya.
Manusia-manusia jahat itu banyak memanfaatkan
ketidaktahuan masyarakat tentang sejarah penulisan, pengumpulan dan penyalinan
al-Qur`an. Oleh karena itu, sangat penting penyampaian Sejarah Penulisan,
Pengumpulan, dan Penyalinan al-Qur`an.
1.1 Penulisan Al-Qur’an
Ketika diturunkan satu atau beberapa ayat, Rasul saw
langsung menyuruh para sahabat untuk menghafalkannya dan menuliskannya di
hadapan beliau. Sahabat yang bertugas
sebagai sekertaris Nabi ialah sahabat pilihan rasul dari kalangan
sahabat yang terbaik dan indah tulisannya sehingga mereka
benar-benar pantas mengemban tugas mulia ini. Mereka adalah Zaid bin Tsabit,
Ubay bin Ka’ab, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, khulafaur rasyidin
dan sahabat-sahabat lain. Rasulullah mendiktekannya kepada para
penulis wahyu. Para penulis wahyu menuliskannya ke dalam lembaran-lembaran yang
terbuat dari kulit, daun, kaghid
(kertas),
tulang yang pipih, pelepah kurma, dan batu-batu tipis. Mengenai lembaran-lembaran ini Allah SWT
berfirman :
×Aqßu z`ÏiB «!$# (#qè=÷Gt $ZÿçtྠZot£gsÜB ÇËÈ
Artinya:
“(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran
yang disucikan (Al Qur’an).” (QS. Al-Bayyinah [98]: 2).
Rasulullah
saw mengizinkan kaum muslimin untuk menuliskan al-Qur`an berdasarkan apa yang
beliau diktekan kepada para penulis wahyu. Rasulullah saw bersabda: Laa taktubuu ‘annii, wa man kataba ‘annii
ghairal qur`aani falyamhuHu. Artinya: “Janganlah kalian menulis
dari aku. Barangsiapa
yang telah menulis dari aku selain al-Qur`an
hendaknya ia menghapusnya.”
(HR. Muslim). Rasulullah
saw tidak khawatir dengan hilangnya ayat-ayat al-Qur`an karena
Allah telah menjamin untuk memeliharanya berdasarkan nash yang jelas.
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Artinya: Sesungguh
Rasulullah saw gembira dan ridha dengan
al-Qur`an sebagai mukjizat terbesarnya yang dapat digunakan sebagai hujjah
terhadap orang-orang Arab maupun orang-orang di seluruh dunia .
Pengumpulan alquran pada masa nabi dilakukan dengan dua
metode, yakni:
Ø Pengumpulan dengan hafalan (jam’u fis shudur)
Bangsa arab pada masa
itu terkenal dengan Kuatnya ingatan mereka. Tak heran, ketika al-Qu’ran turun,
para sahabat berbondong-bondong untuk menghafalkan qur’an. Lalu mereka
mengajarkannya pada anak isteri mereka.
Ø Pengumpulan dengan tulisan (jam’u fis suthur)
Penulisan alquran pada
masa Nabi sangatlah sederhana, mereka menggunakan batu, pelepah kurma, lontaran
kayu, tulang belulang, dan lain-lain.
Faktor-faktor yang mendorong penulisan alquran di masa
Nabi adalah:
Ø
Memback
up hafalan, baik Nabi maupun sahabat
Ø
Mempresentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna, karena mengandalkan hafalan saja tidak
cukup, karena diantara mereka lupa atau telah wafat. sedangkan tulisan akan
tetap terpalihara.
Penulisan al-Qur’an pada masa nabi tidak terkumpul dalam
satu tempat, tetapi terpisah. Hal ini karena proses turunnya al-Qur’an masih
berlangsung, sehingga terdapat kemungkinan ayat yang turun di belakang
menghapus (menasakh) redaksi atau hukum ayat yang turun sebelumnya.
Ketika
Nabi saw wafat, al-Qur’an
secara keseluruhan sudah tertulis pada lembaran-lembaran, tulang-tulang,
pelepah kurma, dan batu-batu tipis, dan di dalam hafalan para sahabat.
2.1 Pengumpulan Al-Qur’an
Setelah
wafatnya Rasulullah, pemegang jabatan tertinggi sebagai pengganti Nabi ialah
Abu Bakar. Pada masa pemarintahan beliau terjadi peristiwa-peristiwa besar,
salah satunya yakni perang yamamah, yaitu perang melawan orang-orang murtad
pengikut Musailamah Al-kadzab yang terjadi pada tahun ke 12 hijriyah. Pada
perang ini 70 qari’ dan sahabat qurra’/ para huffazh
(penghafal al-Qur`an) gugur di medan perang. Akibat peristiwa tersebut, Umar bin Khaththab
merasa khawatir akan hilangnya sebagian besar ayat-ayat al-Qur`an akibat
wafatnya para huffazh. Maka beliau berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang
masih ada di lembaran-lembaran. Zaid
bin Tsabit ra berkata : “Abu
Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang korban Perang Ahlul Yamamah.”
Saat itu Umar bin Khathab berada di sisinya. Abu Bakar ra berkata, bahwa Umar telah datang
kepadanya lalu ia berkata: “Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di
hari Yamamah dan menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir
dengan sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang
terbunuh) di negeri itu. Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar
al-Qur`an.” Abu Bakar berkata kepada
Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh
Rasul saw ?” Abu bakar menolak usulan Umar dengan
alasan tidak ada pada zaman Rasul. Umar menjawab: “Demi Allah
ini adalah sesuatu yang baik.” Namun
setelah mendapat desakan Umar dan Umar selalu mengulang-ulang
kepada Abu Bakar dan
hingga Allah memberikan kelunakan dan
kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar berpendapat
seperti apa yang dipandang oleh Umar.
Kemudian beliau,
Abu Bakar segera memanggil Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia penulisan
alquran, mengingat kedudukan Zaid dalam qira’at, pemahaman, tulisan,
kecerdasan, dan hadirnya Zaid pada pembacaan al-Qur’an yang terakhir kali oleh
Rasulullah. Sebagaimana Abu Bakar, pada awalnya Zaid menolak perintah Abu
Bakar. Zaid
bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan kepadaku, “Engkau
laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-kali tidak pernah memberikan
tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah saw
sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an, maka kumpulkanlah ia.” Demi Allah seandainya kalian membebaniku
untuk memindahkan gunung dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih
berat dari apa yang diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an. Zaid bertanya: “Bagaimana kalian melakukan
perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?” Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang
baik. Umar selalu mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan
kelapangan pada dadaku seperti yang telah diberikan-Nya kepada Umar dan Abu Bakar ra. Setelah mereka bertukar pendapat dan bermusyawarah,
akhirnya Zaid menyetujui penulisan al-Qur’an yang diperintahkan Abu Bakar.
Maka Zaid
mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah kurma, tulang-tulang,
dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para sahabat, hingga aku dapatkan
akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah al-Anshari yang tidak aku temukan
dari yang lainnya, yaitu ayat:
ô
ôs)s9 öNà2uä!%y` Ñ^qßu ô`ÏiB öNà6Å¡àÿRr& îÍtã Ïmøn=tã $tB óOGÏYtã ëÈÌym Nà6øn=tæ úüÏZÏB÷sßJø9$$Î/ Ô$râäu ÒOÏm§ ÇÊËÑÈ
Artinya: “Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan
(keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin.”
(QS. At-Taubah [9]: 128).
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini
tidak berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dari tulisan-tulisan qurra’ dan penulis juga dikumpulkan
terlebih dahulu apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Zaid sangat berhati-hati dan cermat dalam memilih dan
menuliskan al-Qur’an. Lembaran-lembaran al-Qur`an tersebut tidak
diterima, kecuali setelah disaksikan dan dipaparkan di depan dua orang saksi
yang menyaksikan bahwa lembaran ini merupakan lembaran yang ditulis di hadapan
Rasulullah saw. Tidak selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat:
Ø Harus
diperoleh secara tertulis dari salah seorang sahabat.
Ø Harus
dihafal oleh salah seorang dari kalangan sahabat.
Beliau tidak menerima
sahabat yang hanya menyandarkan pada hafalan semata, tanpa catatan. Saking
telitinya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat terhenti karena
tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang menyaksikan bahwa akhir Surat
at-Taubah tersebut ditulis di hadapan Rasululllah saw, kecuali
kesaksian Khuzaimah saja. Padahal
banyak sahabat yang menghafalnya, tapi beliau tidak serta merta menulisnya
sebelum mendapat teks tertulisnya dari Abu Khuzimah Al-anshari. Catatannya
hanya beliau dapat dari Abu Khuzaimah Al-anshari. Para sahabat tidak berani
menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah telah
berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah sebanding dengan
kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka menghimpun lembaran yang
disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.
Proses penulisan al-Qur’an ini dapat diselesaikan dalam waktu sekitar satu
tahun, yakni pada tahun 13 hijriyah.
Demikianlah,
walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat al-Qur`an, namun mereka tidak
hanya mendasarkan pada hafalan mereka saja. Akhirnya,
selesai sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang
sangat berat namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini
bukan pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar
mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah saw ke
dalam satu tempat. Lembaran-lembaran
al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar selama hidupnya. Abu Bakar adalah orang yang pertama kali mengumpulkan al-Qur`an
dalam satu mushaf. Sebelumnya al-Qur’an sekedar ditulis
pada pelepah kurma, batu, tulang belulang, dan lain-lain. Oleh karena itu
terkadang surat yang turunnya lebih akhir berada di depan dan sebaliknya ayat
yang turun awal berada di depan. Ali bin Abi Thalib berkata: “orang yang paling
besar pahalanya dalam hal mushaf ialah Abu Bakar. Semoga Allah melompahkan
rahmat-Nya kepada Abu Bakar, dialah yang pertama kali mengumpulkan kitab
Allah”.
Setelah
Abu Bakar wafat, shuhuf-shuhuf al-Qur’an itu disimpan oleh khalifah Umar
bin al-Khaththab selama hidupnya. Setelah
khalifah Umar wafat, mushaf itu disimpan di rumah Hafshah sesuai wasiat Umar.
Dari sini timbul pertanyaan besar mengapa tidak disimpan Utsman yang notabene
khalifah pengganti Umar. Jawabannya ialah karena sebelum Umar wafat beliau
telah bermusyawarah dan menyerahkan mushaf tersebut kepada 6 orang sahabat.
Jika Umar memberi pada salah satu sahabat akan timbul interpretasi bahwa Umar
memihak salah satu sahabat tersebut. Maka mushaf itu disimpan oleh Hafshah
karena beliau adalah isteri Nabi dan telah menghafal keseluruhan al-Qur’an.
1.3 Penyalinan Al-Qur’an
Kemudian datanglah masa pemerintahan Amirul Mu`minin
Utsman bin Affan ra. Pada masa Utsman bin
Affan islam tesebar luas hingga ke berbagai wilayah. Tentunya di setiap wilayah
para penduduk mempelajari al-Qur’an yang dikirim kepada mereka. Di
wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin
al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Dan cara pembacaan al-Qur’an terjadi perbedaan antara
guru yang satu dengan guru yang lain. Hudzaifah melihat penduduk
Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan
sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat
penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan bacaanAbdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan
yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Apalagi ketika terjadi perkumpulan tentara, baik dalam
latihan maupun medan perang, tejadi perbedaan pendapat yang mencolok sehingga
tak jarang menimbulkan perpecahan, bahkan saling mengkafirkan
sesama muslim. Itu tejadi pada perang
Armenia dan Arzabaijan.
Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara penduduk
Kufah dan Bashrah. Hudzaifah
pun marah. Kedua matanya merah. Hudzaifah
berkata, “Penduduk Kufah membaca qira’at
Ibnu Mas’ud, sedangkan penduduk Bashrah membaca qira’at Abu Musa. Demi Allah jika aku bertemu
dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk menjadikan bacaan
tersebut menjadi satu.”
Sekitar
tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin Utsman
bin Affan di Madinah. Melihat hal yang sangat memprihatinkan
itu Hudzaifah
melapor dan berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini
sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana perselisihan
Yahudi dan Nasrani.” Lalu mereka bersepakat
untuk menyalin lembaran-lembaran Abu Bakar dalam satu mushaf untuk menyatukan
umat Islam dengan bacaan yang tetap. Pengurutan ayat-ayat dan
surat-surat al-Qur’an oleh Utsman karena sistematika penulisan al-Qur’an tidak
disusun menurut kronologi turunnya, tapi menurut keserasian antara
ayat yang satu dan ayat lain.
Utsman
kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah mengirimkan
lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman untuk disalin
ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan dikembalikan lagi. Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran
al-Qur`an itu kepada Utsman. Kemudian
Utsman memenggil lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah
bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk
menyalinnya memperbanyak kedalam
beberapa mushhaf dan memerintahkan agar
ditulis dengan bahasa quraisy karena al-Qur’an turun dalam logat mereka. Utsman
bertanya, “Siapa yang orang yang biasa menulis?” Dijawab,
“Penulis Rasulullah saw adalah Zaid bin Tsabit.” Utsman
bertanya lagi, “Lalu siapa oang yang paling pintar bahasa Arabnya?” Dijawab, “Said bin al-‘Ash. Utsman kemudian berkata, “Suruhlah Said untuk
mendiktekan dan Zaid untuk menuliskan al-Qur`an.” Saat
proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan,
yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”. Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah
Said bin al-Ash dan yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan
di hadapan para sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut
maka Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu
at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah mereka
menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada Zaid bahwa
sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran al-Qur`an dengan Ta`
Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin Tsabit. Zaid bin Tsabit
memandang perlu untuk menyampaikan hal itu kepada Utsman supaya hatinya menjadi
tenang dan semakin teguh. Utsman lalu memerintahkan mereka agar kata itu
ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta`
Mahtuhah. Sebab hal itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula
al-Qur`an diturunkan dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut
dengan Ta` Maftuhah.
Demikianlah,
mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu, karena mereka hanya
menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada lembaran-lembaran al-Qur`an,
dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Setelah
mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushhaf, Utsman
segara mengembalikannya kepada Hafshah. Utsman
kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh wilayah negeri Islam
agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi tentang al-Qur`an. Jumlah salinan
yang telah dicopy sebanyak tujuh buah. Tujuh salinan tersebut dikirimkan
masing-masing satu salinan ke
kota Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah
yang kemudian dikenal dengan namaMushhaf Utsmani.
Az-zarqani mengemukakan pendapatnya tentang pedoman
pelaksanaan tugas yang diemban tim penulis Al-Qur’an, yakni:
Ø Tidak menuliskan sesuatu dalam mushaf, kecuali diyakini
bahwa itu benar ayat al-Qur’an yang dibaca nabi pada waktu pemeriksaan terakhir
Jibril.
Ø Untuk menjamin ketujuh huruf turunnya al-Qur’an, tulisan
mushaf ini tanpa titik dan syakal.
Ø Lafadz yang dibaca dengan satu bacaan saja ditulis dengan
bentuk unik, sedangkan lafadz yang dibaca dengan bermacam-macam bacaan ditulis
dengan rasm yang berbeda-beda tiap mushaf.
Ø Ditetapkan menggunakan bahasa quraisy karena alquran
diturunkan dengan bahasa Quraisy.
Utsman menetapkan kriteria penulisan sebagai berikut :
Ø Riwayatnya harus mutawattir (berurutan), bukan ahad (dari
yang terbesar)
Ø Mengabaikan ayat yang bacaannya di nasakh dan ayat
tersebut tidak diyakini dibaca kembali di hadapan Nabi pada saat-saat terakhir.
Ø Struktur suratnya seperti saat ini, berbeda dengan pada
masa Abu Bakar.
Utsman
kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian kaum muslimin yang
bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir tersebut untuk dibakar.
Pada
masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang lain dari mushhaf
Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama hingga sampai kepada kita
sekarang.
Adapun
pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah dengan titik yang
warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai pada mushhaf yang
terjadi di masa Khalifah Muawiyah dilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan
bagi para pembaca al-Qur`an yang kurang mengerti tata bahasa Arab. Pada masa Daulah Abbasiyah, tanda syakal ini diganti.
Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu kecil di atas huruf, fathah ditandai
dengan alif kecil di atas huruf, dan kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah
huruf.
Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf lainnya.
Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf lainnya.
Dengan
demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah sama dengan yang
telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT telah menjamin terjaganya
al-Qur`an. Tidak ada orang yang berusaha mengganti satu huruf saja dari
al-Qur`an kecuali hal itu akan terungkap. Allah
SWT berfirman:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Artinya: “Sesungguhnya Kamilah yang
menurunkan al-Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Oleh
karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an. Tak perlu kita terprovokasi tipu daya orang-orang
liberal yang berupaya membuat kita ragu-ragu terhadap al-Qur`an. Orang-orang
liberal itu memang telah berguru kepada para orientalis yang mempelajari
al-Qur`an bukan untuk mengimaninya, bukan untuk menerapkan hukum-hukum yang ada
di dalamnya. Mereka mempelajari al-Qur`an untuk mencari-cari cara agar bisa
melemahkan aqidah umat Islam. Semoga Allah menghancurkan rencana-rencana
mereka. Semoga Allah membuat sakit yang ada pada hati mereka semakin parah dan
semakin parah. Semoga Allah segera membinasakan mereka karena sakit itu. Amin
ya Allah ya Mujiibas saa`iliin.
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dengan selesainya makalah ini, maka
dapat kita simpulkan bahwa
dalam proses penulisan, pengumpulan dan penyalinan al-Qur’an membutuhkan waktu
yang lama,
kerja keras para sahabat yang semuanya itu untuk kepentingan umat muslim di
seluruh dunia yang didalamnya mengemukakan kebenaran dari suatu
ilmu dunia dan akhirat, dan
lain-lain. Dan
poin-poin yang dapat kita ambil antara lain :
Ø Penulisan al-quran terdapat dua masa, yakni pada masa
Nabi dan Khulafaur Rasyidin.
Ø Pengumpulan atau Penulisan al-quran pada masa nabi
terdapat dua tahapan, yakni menghafal dalam dada (jam’u fis shudur) dan
menghafal dengan tulisan (jam’u fis suthur).
Ø Penulisan pada masa Khulafaur Rasyidin terdiri dari dua
masa, yakni pada masa Abu Bakar dan Utsman.
Ø Perbedaan penulisan alquran pada masa Abu Bakar dan
Utsman terletak pada motivasi penulisannya, pada masa Abu Bakar motivasinya
ialah karena para huffadh gugur dalam perang yamamah. Sedangkan pada masa
Utsman ialah karena terjadinya perbedaan cara bacaan.
Ø Pada masa Rasulullah Ulumul Quran belum ada, karena
segala sesuatu yang berkaitan dengan al-quran mereka tanyakan langsung pada
Rasul, para sahabat sedikit sekali yang bisa menulis, dan karena Rasul melarang
menulis kecuali al-quran.
Ø Pada masa Utsman, terjadi penyalinan qur’an dari berupa
shuhuf menjadi sebuah kitab atau buku. Maka dinamakan ilmu rasm al-quran atau
ilmu rasm al-utsmani.
Ø Pada zaman Ali terjadi penyusunan kaidah-kaidah bahasa
arab, tindakan ini memunculkan ilmu nahwu dan ilmu i’rabul qur’an.
Ø Pada abad ke-2 H hingga abad ke-13 dimulailah pembukuan
ulumul qur’an oleh Ulama yang ahli sehingga mucullah banyak kitab Ulumul Quran.
2. SARAN
Makalah ini kami buat untuk anda
semua yang ingin mengetahui proses penulisan,
pengumpulan dan penyalinan al-Qur’an. Makalah ini kami tujukan terutama untuk
mahasiswa yang ingin memperdalam ilmu dan pengetahuan dalam studi al-Qur’an.
Kritikan dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi menyempurnakan dan
perbaikan makalah kami dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap bertanya ataupun berkomentar dengan bahasa yang sopan. Saran dan kritik yang membangun kami terima.