FAKTOR PENGARUH PEMENUHAN STATUS GIZI DAN POLA KONSUMSI MASYARAKAT
DI INDONESIA
DISUSUN
OLEH :
NAMA : MUCHAMMAD KIROM
NIM : 11382100978
KELAS : III A
DOSEN : MELDA AFRIANTI, S.Pt.,
M.Si
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UIN
SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN
AKADEMIK 2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas mandiri Pangan
dan Gizi ini dengan judul “Faktor Pemenuhan Status Gizi, Mutu Konsumsi
Pangan (MGP), Pola Pangan Harapan (PPH) dan Pola Konsumsi Masyarakat di
Indonesia” dengan sebaik-baiknya.
Tidak lupa penulis juga berterima kasih kepada Ibu Melda Afrianti S.Pt.,
M.Si selaku dosen pembimbing Pangan dan Gizi yang telah memberikan bimbingan
kepada penulis dalam melancarkan penyusunan sampai penulisan makalah ini dengan
sebaik mungkin.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pangan dan
Gizi dan diharapkan mampu membantu
penulis dan pembaca dalam menambah wawasan ilmu dan mengetahui materi Faktor Pemenuhan Status Gizi, Mutu Konsumsi
Pangan (MGP), Pola Pangan Harapan (PPH) dan Pola Konsumsi Masyarakat di
Indonesia. Makalah ini diharapkan menjadi bacaan
yang bermanfaat bagi para pembaca agar mempunyai ilmu yang tinggi dan
menambah luas wawasan pengetahuan.
Penulis menyadari
bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, saran dan kritik yang membangun perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan
dari pembaca, guna untuk memperbaiki dan meningkatkan pembuatan makalah atau
tugas yang lainnya pada waktu mendatang.
Pekanbaru, 4 November 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 1
BAB II
PEMBAHASAN ..................................................................................... 2
2.1
Faktor
Pemenuhan Status Gizi Masyarakat................................................ 2
2.2
Mutu Konsumsi
Pangan (MGP)................................................................. 4
2.3 Pola Pangan Harapan (PPH)..................................................................... 6
2.4 pengaturan
Pola Konsumsi........................................................................ 7
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 9
3.2 Saran................................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Gizi merupakan pemasalahan kesehatan masyarakat yang sudah lama
terjadi di dunia. Masalah gizi di samping berkaitan erat dengan kemiskinan, juga
menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku pola hidup sehat.
Krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada peningkatan
jumlah penduduk hidup dalam kemiskinan. Menurut UNICEF yang dikutip oleh
Hartoyo (2002) menyatakan bahwa kemiskinan erat kaitannya dengan masalah
defisiensi gizi. Peningkatan jumlah penduduk miskin akan meningkatkan masalah
yang berkaitan dengan gizi pula. Permasalahan ini terjadi hampir kepada
setengah penduduk Indonesia, terutama Indonesia bagian tengah (Nusa Tenggara)
dan Indonesia bagian timur (Papua).
Terjadinya kondisi kelebihan dan kekuranan zat gizi dapat
menyebabkan turunnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat berakibat
pada pembangunan nasional. SDM yang berkualitas, hidup sehat, dan produktif
dapat diperoleh dengan memenuhi kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.
Hal tersebut dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi aneka ragam makanan dalam
jumlah yang cukup dan seimbang.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
saja faktor yang mempengaruhi pemenuhan status
gizi masyarakat ?
2.
Bagaimana
Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP) masyarakat ?
3.
Bagaimana
skor Pola Pangan Harapan (PPH) masyarakat ?
4.
Bagaimana
pengaturan pola konsumsi masyarakat ?
1.3
Tujuan
Makalah ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
status gizi, analisis Mutu Gizi Konsumsi Pangan (MGP) dan skor Pola Pangan Harapan (PPH),
mengungkapkan sikap dan kebiasaan keluarga dalam pengaturan
makanan sehari-sehari.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Faktor
Pemenuhan Status Gizi Masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi dan pola konsumsi
masyarakat di Indonesia sangat
banyak, kami menyimpulkannya menjadi beberapa faktor yang umum, terutama
pembahasan mengenai Provinsi NTT. Penelitian dilakukan di Kabupaten TTU.
Penelitian dilakukan di tiga desa, yaitu Desa Sekon, Desa Banain dan Desa
Tokbesi, Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU). Pemilihan lokasi atas pertimbangan
prevalensi anak balita kurang gizi cukup tinggi, serta memiliki keragaman akses pangan yang bervariasi,
yaitu terdekat ke perkotaan (Desa Sekon), cukup/sedang (Desa Banain) dan jauh
ke perkotaan (Desa Tokbesi).
1.
Tempat
tinggal mempengaruhi, termsuk akses terhadap sarana dan pelayanan kesehatan masyarakat. Tempat
tinggal subjek di NTT sebagian besar (55.2%) berada di daerah perkotaan yang
terdiri dari laki-laki sebanyak 55.6% dan perempuan sebanyak 54.9%.
Keseluruhan yang memiliki
rumah sendiri (78.5%). Sebanyak 61.3% menyatakan bahwa akses ke pasar, sarana-prasarana
dan pelayanan kesehatan (Posyandu, Puskesmas dan sebagainya) relatif jauh dan
mahal, terutama di Desa Banain dan Desa Tokbesi. Serta akses keluarga terhadap
air bersih dan sanitasi lingkungan karena memang susah didapatkan karena
lingkungan juga yang kurang mendukung. Para ibu di ketiga desa hampir
seluruhnya (94-98%) telah mendengar informasi gizi dan kesehatan, namun masih
terbatas dari informasi lainnya, seperti koran, radio atau tenaga kesehatan
belum banyak berperan. Oleh karena itu, akses ibu terhadap informasi dan
pelayanan gizi dan kesehatan dinilai masih kurang (86.7%) dan paling banyak
terdapat di Desa Tokbesi (98.0%). Alasan ibu datang ke posyandu sebagian besar
hanya untuk menimbang bayi atau anak balitanya.
2.
Pendidikan
terakhir subjek sebagian besar (42.9%) adalah tidak tamat/tamat SD/MI. Sekitar (40.3%)
subjek laki-laki memiliki status pendidikan terakhir tamat SMA/MA/PT, sedangkan
subjek perempuan sebkitar (46.5%) memiliki pendidikan terakhir tamat/tidak
tamat SD/MI. Persentase
tertinggi ayah dan ibu (64.6% dan 71.2%) hanya berpendidikan SD dengan
rata-rata lama pendidikan adalah 7 tahun. Separuh keluarga termasuk kategori
keluarga sedang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga 5 orang. Lebih dari 50
persen ibu rata-rata memiliki skor pengetahuan gizi kurang dan paling banyak
terdapat di Desa Tokbesi (66.0%). Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan gizi ibu berhubungan positif dan signifikan dengan pendidikan ibu (r=0.243*).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Myers (1990) tentang hubungan antara
pendidikan dan pengetahuan gizi ibu, termasuk akses ke pelayanan gizi dan
kesehatan.
3.
Pekerjaan
sebagai petani/nelayan/buruh sebagian besar (41.3%) merupakan pekerjaan pada
subjek laki-laki dan sebagian besar perempuan (44.4%) memiliki status tidak
bekerja. Pada umumnya
keluarga memiliki pendapatan total dibawah Rp 500.000 per bulan (87.3%), memiliki
rumah sendiri (78.5%), memiliki lahan (91.3%), memiliki minimal dua aset
(61.3%), dan anggota keluarga memiliki keterampilan bertani (94.7%), namun
sebanyak 61.3% menyatakan bahwa akses ke pasar relatif jauh dan mahal, terutama
di Desa Banain dan Desa Tokbesi.
4.
Karakteristik
keluarga dimana praktek pemenuhan gizi dan kesehatan dalam penelitian ini
mencakup prioritas makanan dan pengaturan jenis pangan dalam keluarga, pola
asuh keluarga termasuk pemenuhan kecukupan zat gizi ,kebiasaan ibu dalam
membawa anak ke posyandu, kepemilikan Kartu Masyarakat Sehat (KMS), kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun, serta mencuci bahan makanan dan peralatan memasak.
Pada Gambar 1 tampak bahwa sekitar 77% responden melakukan praktek gizi dan
kesehatan dalam kategori baik.
Makanan
pokok masyarakat di ketiga desa adalah beras dan jagung, yang terlihat dari
frekuensi konsumsi nasi lebih dari 1 kali per hari dan jagung lebih dari 3
kali/minggu. Kedua jenis makanan ini terkadang dicampur menjadi nasi jagung. Makanan
sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi anak adalah ikan dan telur, dengan
rata-rata frekuensi konsumsi 1 kali/minggu. Sementara makanan sumber protein
nabati, seperti tempe dan tahu, sangat jarang dikonsumsi. Frekuensi makan
sayuran minimal 1 kali/hari, sedangkan frekuensi konsumsi buah-buahan pada
umumnya kurang dari 1 kali/minggu dan hanya dikonsumsi pada musim buah
tertentu. Susu juga jarang dikonsumsi karena harganya yang tidak terjangkau.
Pada pembuatan makanan untuk anak-anak, ibu cenderung memberikan nasi kosong
(tanpa lauk pauk). Hal ini akan menyebabkan anak-anak kekurangan konsumsi
protein dengan mutu baik karena konsumsi protein hanya bertumpu pada protein
nabati beras yang kekurangan asam amino lysin.
2.2
Mutu
Konsumsi Pangan (MGP)
Menurut Hardinsyah (2000), pengertian Mutu Gizi Asupan Pangan (MGP)
secara sederhana merupakan suatu nilai untuk menentukan apakah pangan tersebut
bergizi atau tidak yang didasarkan pada kandungan zat gizi pangan berkaitan
dengan kebutuhan tubuh secara komprehensif. Mutu gizi pangan dihitung
berdasarkan tingkat pemenuhan kebutuhan gizi rata-rata dari 4 zat gizi (MGP4)
yaitu energi, protein, lemak, dan karbohidrat, dari 10 zat gizi (MGP 10) yaitu
energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin B1, vitamin C,
kalsium, fosfor, besi, dan dari 14 zat gizi (MGP14) yaitu energi, protein,
lemak, karbohidrat, air, vitamin A, vitamin B1, vitamin B9, vitamin B12,
vitamin C, kalsium, fosfor, besi, dan zink.
Data yang diolah pada penelitian
ini merupakan data sekunder dari hasil penelitian Riskesdas 2010 (Riset
Kesehatan Dasar 2010) yang menggunakan desain cross sectional dan
dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan. Data Riskesdas 2010 dikumpulkan oleh tenaga terlatih yang dilakukan
pada bulan April-Juli 2013 di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Jawa
Barat. Subjek laki-laki maupun perempuan secara keseluruhan memiliki
tingkat pemenuhan kebutuhan energi, lemak, kalsium, air, vitamin A, vitamin B9,
vitamin C pada subjek kecil dari 70%, sedangkan karbohidrat, dan vitamin B12
memiliki tingkat pemenuhan kebutuhan 70-80%. Tingkat pemenuhan kebutuhan
protein, vitamin B1, fosfor, besi, dan zink memiliki tingkat pemenuhan
kebutuhan 80-90% untuk seluruh subjek. Hasil penelitian Hanafie (2010) juga
menyebutkan bahwa tingkat pemenuhan energi dan protein di daerah Tulungagung
kurang dari 70%. Rendahnya tingkat pemenuhan zat gizi juga dialami pada wanita
dewasa tidak hamil dan tidak menyusui.
Rata-rata nilai mutu gizi konsumsi pangan subjek dapat dilihat pada Tabel 1.
Kategori Mutu Gizi Pangan
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Total
|
mean±SD(med)%
|
|||
MGP4:
|
|||
Sangat kurang
|
41.7±9.6(43.3)30.0a
|
40.0±10.1(41.3)42.8b
|
40.7±10.0(42.2)36.6
|
Kurang
|
62.6±4.3(62.7)24.6a
|
62.4±4.3(62.3)25.3b
|
62.5± 4.3(62.5)24.9
|
Cukup
|
77.3±4.3(77.3)24.4a
|
77.0±4.3(76.8)19.7b
|
77.2± 4.3(77.0)22.0
|
Baik
|
93.2±5.0(92.9)21.0a
|
92.6±4.9(92.1)12.2b
|
93.0± 5.0(92.6)16.5
|
Total
|
66.4±20.2(67.2)100a
|
59.4±20.4(59.1)100b
|
62.8±20.6(63.1)100
|
MGP10:
|
|||
Sangat kurang
|
41.7±9.5(43.4)55.3a
|
40.3±9.9(41.8)63.9b
|
40.9±9.7(42.5)59.7
|
Kurang
|
61.9±4.3(61.6)30.9a
|
61.6±4.2(61.2)26.2b
|
61.7±4.2(61.4)28.5
|
Cukup
|
75.7±4.0(75.0)12.5a
|
75.5±4.0(74.8)8.9b
|
75.6±4.0(74.9)10.7
|
Baik
|
88.8±3.1(88.0)1.3a
|
88.5±3.0(87.8)0.9b
|
88.6±3.1(87.9)1.1
|
Total
|
52.8±15.3(52.9)100a
|
59.5±15.4(49.2)100b
|
51.1±15.4(51.0)100
|
MGP14:
|
|||
Sangat kurang
|
41.8±9.6(43.6)46.9a
|
40.5±10.1(42.1)54.4b
|
41.1±9.9(42.7)50.8
|
Kurang
|
62.3±4.2(62.3)33.3a
|
62.0±4.3(61.8)30.2b
|
62.2±4.3(62.0)31.7
|
Cukup
|
76.0±4.0(75.5)17.8a
|
75.8±4.0(75.1)13.9b
|
75.9±4.0(75.3)15.8
|
Baik
|
88.4±2.8(87.7)2.0a
|
88.6±2.7(88.0)1.5b
|
88.5±2.8(88.1)1.7
|
Total
|
55.7±15.9(56.4)100a
|
52.6±16.2(53.0)100b
|
54.1±16.1(54.7)100
|
Tabel 1.
Rata-rata Skor Mutu Gizi Pangan menurut Jenis Kelamin, Usia dan Kategori Mutu
Gizi Pangan
Hasil penelitian menunjukkan,
rata-rata dari MGP 4 kelompok pangan dewasa adalah 62.8±20.6 (66.4±20.2 pada
laki-laki dan 59.4±20.4 pada perempuan) dengan sebagian besar subjek (36.6%)
tergolong sangat kurang, rata-rata dari MGP 10 kelompok pangan dewasa adalah
51.1±15.4 (52.8±15.3 pada laki-laki dan 59.5±15.4 pada perempuan) dengan
sebagian besar subjek (59.7%) tergolong sangat kurang, dan rata-rata dari MGP
14 kelompok pangan dewasa adalah 54.1±16.1 (55.7±15.9 untuk laki-laki dan
52.6±16.2 untuk perempuan) dengan sebagian besar subjek (50.8%) tergolong
sangat kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan pada dewasa usia
19-49 tahun memiliki kualitas yang kurang baik.
2.3
Pola
Pangan Harapan (PPH)
Skor
Pola Pangan Harapan (PPH) menurut kelompok usia dan jenis kelamin pada subjek laki-laki
dan perempuan usia 19-49 tahun pada tabel 2 menunjukkan rata-rata total
sebesar 53.1±9.3, rata-rata total Skor Pola Pangan Harapan (PPH) pada subjek
laki-laki sebesar 54.6±9.5, dan rata-rata total Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
pada subjek perempuan sebesar 51.7±9.1.
Kelompok Pangan
|
Skor PPH = mean ± SD (med)
|
||
Laki–laki
|
Perempuan
|
Total
|
|
Padi-padian
|
20.1±5.6(22.0)0.3-25.0a
|
17.8±6.2(18.3)0.3-25.0b
|
18.8±6.0(20.1)0.3-25.0
|
Umbi-umbian
|
0.1±0.8(2.1) 0.0-2.5a
|
0.1±0.8(1.9)0.0-2.5b
|
0.1±0.8(2.0)0.0-2.5
|
Pangan hewani
|
12.8±7.1(17.4)0.1-24.0a
|
12.0±7.3(15.9)0.1-24.0b
|
12.4±7.3(16.6)0.1-24.0
|
Minyak dan lemak
|
0.1±1.1(1.2)0.0-5.0a
|
0.1±1.2(1.3)0.0-5.0b
|
0.1±1.2(0.1)0.0-5.0
|
Buah/biji berminyak
|
0.0±0.3(1.0)0.1-1.0a
|
0.0±0.3(1.0)0.1-1.0b
|
0.0±0.3(1.0)0.1-1.0
|
Kacang-kacangan
|
9.3±2.0(10.0)0.1-10.0a
|
9.3±2.2(10.0)0.1-10.0b
|
9.3±2.2(10.0)0.1-10.0
|
Gula
|
0.2±0.7(1.0) 0.0-2.5a
|
0.1±0.6(0.7)0.0-2.5b
|
0.1±0.7(0.9)0.0-2.5
|
Sayur dan buah
|
12.1±11.1(11.7)0.0-30.0a
|
12.3±11.0(11.5)0.0-30.0b
|
12.2±11.1(11.6)0.0-30.0
|
Lainnya
|
0.0±0.0(0.0)0.0-0.0a
|
0.0±0.0(0.0)0.0-0.0b
|
0.0±0.0(0.0)0.0-0.0
|
Total
|
54.6±9.5(10.0)10.0-94.0a
|
51.7±9.1(10.0)10.0-92.2b
|
53.1±9.3(10.0)10.0-94.0
|
Tabel 2. Rata-Rata Skor PPH menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Pangan.
Ket: Tanda a,b pada tabel hasil uji beda statistik. Tanda yang berbeda
antar kolom menunjukkan hasil uji berbeda signifikan menurut jenis kelamin
Skor
PPH tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan individu dewasa usia 19-49 tahun
belum beragam yang ditandai dengan Skor Pola Pangan Harapan kurang dari skor
100. Rata-rata skor PPH tertinggi terdapat pada kelompok pangan padi-padian
(18.8±6.0) dan skor PPH namun masih belum mencapai skor maksimal. Skor PPH
tertinggi terdapat pada kelompok pangan padi-padian, hasil ini sesuai dengan
penelitian dari Kandiana et al. (2009) dan Nurindarwati et al. (2008)
tentang analisis konsumsi pangan di Sulawesi Selatan dan Lampung Barat. Skor
PPH terkecil terdapat pada kelompok pangan buah dan biji berminyak (0.0±0.3),
gula (0.1±0.7) dan minyak/lemak (0.1±1.2). Rata-rata skor PPH dewasa usia 19-49
tahun menurut jenis kelamin dan kelompok pangan dapat dilihat pada Tabel 3.
2.4
Pengaturan
Pola Konsumsi
Ibu
mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengatur makanan anak dan juga
merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya gizi buruk pada balita.
Walaupun anak sudah memilih makanan yang disukai dan dibutuhkan tetapi mereka
tetap memerlukan perhatian khusus agar makanan yang dikonsumsinya memenuhi
kebutuhan tubuh, kalau tidak kekurangan gizi yang terus-menerus dan berlangsung
lama dapat berakibat menjadi gizi buruk pada balita.
Dengan
diperolehnya hal itu maka peneliti akan mencoba mencari jalan pemecahan dalam
penanggulangan gizi buruk yang sesuai untuk mengubah sikap dan kebiasaan ibu
rumahtangga dalam memenuhi kebutuhan gizi dan pengaturan makanan keluarga
meliputi pengetahuan tentang zat-zat makanan, teknik pengolahan, cara penyajian
dan pemberian makanan.
Tempat
pelaksanaan penelitian dilakukan di Kecamatan Kuranji Kota Padang dengan waktu
6 bulan. Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk menganalisis
sikap dan kebiasaan ibu dalam pengaturan makanan keluarga. Populasi penelitian
ini bersifat homogen yaitu seluruh ibu-ibu yang mempunyai balita dengan status
gizi buruk yang terdapat di kecamatan Kuranji, dengan jumlah 85 orang, jumlah
sample 65 orang dengan teknik peng-ambilan sample simple random sampling.
Instrumen yang digunakan untuk me-ngumpulkan data penelitian berupa angket
(kuesioner). Angket disusun dalam bentuk skala Likert dengan 5 alternatif
jawaban. Pernya-taan dalam kuisioner terdiri dari pernyataan positif dan
negatif yaitu Sangat setuju (SS), Setuju (S), Netral (P), Tidak setuju (TS),
Sangat Tidak Setuju (STS). Jenis data digunakan adalah data primer dan
sekunder. Data primer adalah data tentang sikap dan kebiasaan ibu dalam
pengaturan makanan keluarga yang diperoleh langsung dari responden dengan
menyebarkan angket, dan data sekunder yaitu da-ta tentang jumlah anak balita
yang menderita gizi buruk. Pengolahan dan analisis data dila-kukan secara
deskriptif.
Berdasarkan
analisis data sikap ibu dalam pengaturan makanan tentang penyusunan menu
ditemukan bahwa 29.50% sangat baik, 38.25% baik, 19% cukup, 7.25% kurang dan
6.00% sangat kurang. Hasil analisa dapat digambarkan dengan grafik gambar 2 berikut:
Gambar 2. Sikap ibu dalam pengaturan pola penyusunan menu makanan
sehari-hari
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Prevalensi anak
balita yang mengalami gizi kurang dan gizi buruk di daerah penelitian di NTT masih
tinggi, yaitu 33.3% mengalami underweight dan 6,0% mengalami severe
underweight. Sementara itu, anak balita yang memiliki yang memiliki status
gizi sangat pendek (severe stunted) dan sangat kurus (severe wasted)
masing-masing mencapai 15.3% dan 0.7%. Terdapat kecenderungan dimana semakin
tinggi umur anak, khususnya umur 6 bulan ke atas, penyimpangan status gizi anak
terhadap baku status gizi WHO-NCHS semakin melebar ke kiri (status gizi
memburuk) yang mengindikasikan buruknya kualitas makanan sapihan dan masalah
kesehatan (penyakit/infeksi) pada anak balita berumur diatas 6 bulan.
Pendidikan dan
pengetahuan ibu tantang gizi; akses ibu terhadap informasi, khususnya gizi dan
kesehatan; peran perilaku ibu sebagai “gate keeper” pemenuhan konsumsi gizi
keluarga, kebiasaan makan anak dan lingkungan fisik, keadaan sosial ekonomi
dan khususnya pendapatan (pengeluaran
total).
Pada penelitian
skor PPH di kampus IPB, Darmaga, Jawa Barat pada usia dewasa (19-49 tahun)
memiliki konsumsi elompok pangan padi-padian merupakan kelompok pangan yang
paling banyak dikonsumsi dan kelompok pangan buah/biji berminyak paling sedikit
dikonsumsi dengan Rata-rata Skor PPH
sebesar 53.1±9.3 dengan laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Rendahnya skor PPH tersebut menunjukkan bahwa konsumsi pangan belum beragam.
Rata-rata dari
MGP 4 kelompok pa-ngan dewasa adalah 62.8±20.6 (laki-laki lebih tinggi
dibandingkan untuk perempuan), dan rata-rata dari MGP 10 kelompok pangan dewasa
adalah 51.1±15.4, sedangkan rata-rata dari MGP 14 kelompok pangan dewasa adalah
54.1±16.1.
Sistem penilaian
Pola Pangan Harapan (PPH) dapat diterapkan untuk menilai Mutu Gizi Pangan (MGP)
dewasa karena sistem penilaian PPH lebih sederhana dibandingkan dengan
menghitung 14 zat gizi. Namun penerapan metode PPH pada individu tidak sevalid
jika digunakan pada rumahtangga sehingga perlu dikembangkan penilaian skoring
lebih lanjut dengan kevalidan yang lebih tinggi.
3.2
Saran
Berdasarkan kesimpulan dapat disarankan
kepada pihak Dinas Kesehatan yang ada dilapangan, baik puskesmas dan posyandu
untuk lebih meningkatkan penyuluhan tentang pengaturan gizi/makanan.
Pada konsumsi
pangan sehari-hari, hendaknya beragam dengan memperhatikan nilai kandungan gizi
produk pangan. Berikut acuan label gizi produk pangan yang harus dipenuhi
masyarakat menurut keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
(BPOM RI)
No
|
Zat Gizi
|
Nilai Acuan
Label Gizi Untuk Kelompok Konsumen
|
||||||||
Satuan
|
Umum
|
Bayi 0-6
Bulan
|
Anak 7-23
Bulan
|
Anak 2-5
Tahun
|
Ibu Hamil
|
Ibu Menyusui
|
||||
1
|
Energi
|
Kal
|
2000
|
550
|
800
|
1300
|
2160
|
2425
|
||
2
|
Lemak Total
|
g
|
62
|
35
|
27
|
40
|
|
|
||
3
|
Lemak Jenuh
|
g
|
18
|
-
|
-
|
-
|
|
|
||
4
|
Kolesterol
|
mg
|
<300
|
-
|
-
|
-
|
|
|
||
5
|
Asam Lindeat
|
g
|
-
|
2
|
3
|
4
|
6
|
7
|
||
6
|
Protein
|
g
|
60
|
10
|
20
|
35
|
81
|
91
|
||
7
|
Karbohidrat Total
|
g
|
300
|
50
|
120
|
200
|
324
|
364
|
||
8
|
Serat Makanan
|
g
|
25
|
-
|
-
|
-
|
25
|
25
|
||
9
|
Vitamin A
|
RE
|
600
|
375
|
400
|
440
|
800
|
850
|
||
|
Setara
Karoten Total*)
|
mcg
|
7200
|
4500
|
4800
|
5280
|
9600
|
10200
|
||
Setara Beta
Karoten*)
|
mcg
|
3600
|
2250
|
2400
|
2640
|
4800
|
5100
|
|||
10
|
Vitamin D
|
mcg
|
10
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
||
11
|
Vitamin E
|
mg
|
15
|
4
|
6
|
7
|
15
|
19
|
||
12
|
Vitamin K
|
mcg
|
60
|
5
|
12
|
18
|
55
|
55
|
||
13
|
Thiamin
|
mg
|
1
|
0,3
|
0,5
|
0,7
|
1,3
|
1,3
|
||
14
|
Ribnoflavin
|
mg
|
1,2
|
0,3
|
0,5
|
0,6
|
1,4
|
1,5
|
||
15
|
Niasin
|
mg
|
15
|
2
|
5
|
7
|
18
|
17
|
||
16
|
Asam Folat
|
mcg
|
400
|
65
|
90
|
185
|
600
|
500
|
||
17
|
Asam Panthotenat
|
mg
|
7
|
1,4
|
2
|
3
|
7
|
7
|
||
18
|
Piridoksin
|
mg
|
1,4
|
0,1
|
0,4
|
0,6
|
1,7
|
1,8
|
||
19
|
Vitamin B12
|
mcg
|
2,4
|
0,4
|
0,6
|
1
|
2,6
|
2,8
|
||
20
|
Vitamin C
|
mg
|
90
|
40
|
40
|
45
|
90
|
100
|
||
21
|
Kalium
|
mg
|
4700
|
400
|
700
|
3400
|
4700
|
5100
|
||
22
|
Natrium
|
mg
|
<2300
|
120
|
370
|
1100
|
1500
|
<2300
|
||
23
|
Kalsium
|
mg
|
800
|
200
|
480
|
500
|
950
|
950
|
||
24
|
Fosfor
|
mg
|
600
|
100
|
320
|
400
|
600
|
600
|
||
25
|
Magnesium
|
mg
|
270
|
25
|
60
|
80
|
270
|
270
|
||
26
|
Besi
|
mg
|
26
|
0,3
|
8
|
8
|
33
|
32
|
||
27
|
Yodium
|
mcg
|
150
|
90
|
90
|
110
|
200
|
200
|
||
28
|
Seng
|
mg
|
12
|
5,5
|
8
|
9,4
|
14,7
|
13,9
|
||
29
|
Selenium
|
mcg
|
30
|
5
|
13
|
19
|
35
|
40
|
||
30
|
Mangan
|
mg
|
2
|
0,003
|
0,8
|
1,4
|
2
|
2,6
|
||
31
|
Fluor
|
mg
|
2,5
|
0,01
|
0,6
|
0,8
|
2,7
|
2,7
|
||
*)
Vitamin A bersumber dari pangan (non sintetik)
•
untuk vitamin A
dari sumber hewani atau retinol, 1 RE setara 1 RAE (Retinol Activity
Equivalent).
•
untuk memenuhi
setara RAE dari karoten total, nilai RE dikali 24.
•
untuk memenuhi
setara RAE dari beta karoten, nilai RE dikali 12
Tabel 3. Acuan label gizi menurut keputusan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (BPOM RI)
DAFTAR PUSTAKA
Anwar K &
Hardiansyah. 2014. Konsumsi
Pangan dan Gizi serta Skor Pola Pangan Harapan pada Dewasa Usia 1949 Tahun di Indonesia. Fakultas Ekologi Manusia & Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Elida & Fridayati
L. 2011. Penanggulangan
Gizi Buruk melalui Analisis Sikap dan Kebiasaan Ibu dalam Pengaturan Makanan
Keluarga. Jurusan Kesejahteraan Keluaga, UNP, Padang.
Riyadi H,
Martianto D, Hastuti D, Damayanthi E & Murtilaksono K. 2011. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita di Kabupaten Timor Tengah Utara,
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Fakultas Ekologi Manusia, IPB, Bogor.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2007.
Keputusan Kepala Dinas BPOM RI Nomor: HK.00.05.52.6291 tentang Acuan Label Gizi
Pangan. BPOM RI, Jakarta.
Lampiran : - Jurnal